Wawancara

Pesantren Mencetak Generasi Berintegritas Tinggi

Jumat, 23 Oktober 2015 | 10:01 WIB

Wawancara ini berlangsung di gedung SMA Al-Hikmah 2, Benda, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dengan Gus Amma, Pembina Pondok Pesantren Al-Hikmah 2 ketika menyaksikan keberangkatan romobongan kirab santri dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional. Berikut hasil wawancara yang dikirim oleh Fajrul Tajdidi ke NU Online, Kamis (22/10).<>

Melihat santri Al-Hikmah 2 memperingati Hari Santri, seperti ini apa yang terbersit dalam benak Anda, Gus?

Ini merupakan bentuk partisipasi, dukungan terhadap peran santri di kancah nasional Indonesia. Seperti kita ketahui, perjuangan kemerdekaan RI tidak lepas dari KH. Hasyim Asy'ari sebagai panutan dan komando terdepan para santri. Selain raga, santri juga bermodal doa dan kekuatan taqwa yang mampu menghancurkan senjata para penjajah.

Manfaat untuk santri sendiri bagaimana Gus?

Mengingatkan sisi positif santri, juga menjadi introspeksi santri zaman sekarang dengan sosok santri sejati. Hal ini penting dilakukan, guna memberi kekuatan positif untuk membuat tekad. Seperti kita ketahui, pendidikan pesantren mampu mencetak generasi yang memiliki integritas tinggi.

Gus, apakah dengan demikian santri mampu memegang kendali pemerintahan dimasa depan?

Jelas akan begitu, dilihat dari segala aspek santri sekarang akan menjadi pemimpin esok. Karena yang mampu menjawab persoalan zaman, itu santri. Santri juga memiliki akhlaq yang baik.

Berarti sekarang yang dinomorsatukan itu akhlaq ya gus?

Jelas, persoalan bangsa ini akan selesai, kalau generasi yang tercipta berakhlaqul karimah. Tempat penggemblengan akhlaq/moral itu ya di pesantren.

Gus, bukankah sekarang nilai ijazah yang menjadi tolak ukur untuk semua urusan?

Nilai bagus itu bukan segala-galanya, nilai merupakan paradigma lama yang sudah sampai di titik jenuh, akan kembali lagi ke akhlaq, tidak dinilai dari kognitif tinggi. Sekarang sudah banyak orang pintar yang korupsi, akhirnya masyarakat ini jenuh. Inilah paradigma baru yang lebih baik.

Bagaimana jika hasil akhirnya tidak memuaskan?

Sekarang itu sistem rekrutmen dalam bidang apapun yang dilihat adalah proses, karena disinilah letak karakternya.

Gus, bagaimana dengan para alumni yang pakaiannya sudah tidak mencerminkan sosok santri?

Itu tantangan yang tidak bisa dihindari. Ketika terjadi hal yang sedemikian rupa, itu adalah sifat manusiawi. Seharusnya santri harus bisa memberi warna pada lingkungan, bukan santri yang terwarna. Sebenarnya pakaian itu mengikuti budaya, itu yang repot.

Jadi santri harus berperinsip, begitukah gus?

Oh ya. Hari santri ini bisa menjadi momentum mengembalikan ruh timur yang berakhlaq dan berwawasan, memang hal ini harus mempunyai kontribusi.

Lalu dampak dari Hari Santri itu sendiri sekarang bagaimana?

Jangan bicara sekarang, kita lihat berapa tahun kedepan. Sekarang bukan saatnya pembuktian, tetapi saatnya bekerja. Seperti halnya KH. Hasyim asy'ari, dulu beliau tidak berpikir akan dikenang atau dijadikan pahlawan, tetapi beliau melakukan secara optimal dan kita bisa memetik hasilnya seperti pembangunan bangsa dan penetapan hari santri saat ini.


Terkait