Wawancara

Rozy Munir: Bijak, Keputusan Hasyim Untuk Tidak Mencalonkan Diri Lagi

Sabtu, 8 Agustus 2009 | 12:34 WIB

Berita KH Hayim Muzadi untuk tidak mencalonkan diri lagi sebagai ketua umum PBNU untuk ketiga kalinya pada muktamar NU, Januari 2010 di Makassar mendapat banyak tanggapan, baik yang pro maupun yang kontra. Hasyim dinilai cukup berjasa dalam mengembangkan NU di berbagai bidang, tetapi disisi lain, sepuluh tahun kepemimpinannya selama ini juga diharapkan mampu melahirkan kader baru yang akan membawa nahkoda di NU. Berikut ini hasil wawancara Achmad Mukafi Niam dengan Ketua PBNU HM Rozy Munir yang saat ini juga menjabat sebagai duta besar RI untuk Qatar mengenai keputusan Hasyim Muzadi ini dan tantangan yang dihadapi NU ke depan.

Bagaimana pendapat bapak tentang keputusan KH Hasyim Muzadi untuk tidak maju lagi sebagai ketua umum PBNU dalam muktamar mendatang?
<>

Keputusan Pak Hasyim Muzadi ini keputusan yang sangat arif dan patut diteladani. Meskipun Pak Hasyim mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk memenangkan lagi seandainya maju ke muktamar. Dua periode sudah cukup untuk menjadi nakhoda PBNU.

Mengenai alasan yang dikemukakan, apakah yang ini bisa diterima?

Alasan untuk keluarga dan tetap ingin berkiprah di pesantren yang dibangunnya adalah alasan yang sukar ditawar. Bukankah hal ini pernah dipakai alasan untuk KH Mustafa Bisri. Namun pengamatan saya ada beberapa alasan lain yang valid dikemukakan dengan keinginan tidak mencalonkan lagi sebagai ketua umum.

Apa itu Pak?

Tidak bisa dinafikan bahwa Pak Hasyim telah membawa perubahan bermakna dalam organisasi NU ini. Menyebarkan bahwa ajaran agama Islam yang dipakai NU adalah yang rahmatan lil'alamin, agama perdamaian, ajaran yang ramah bukan yang marah. Pengajakan pemahaman ini tidak hanya untuk konsumsi Indonesia tetapi dalam konteks dunia global.

Mengenai batasan jabatan cukup dua periode bagaimana?

Batasan ketua umum PBNU dua kali, sangat setuju agar memberi kesempatan pemimpin dan tokoh baru yang mampu untuk memimpin NU berikutnya. Sepuluh tahun cukup lama untuk membuat konsep, rancangan, implementasinya dan evaluasi. Sepuluh tahun berikutnya pasti perlu perubahan sesuai dengan kondisi zaman dan kontinuitas harus tetap dilakukan bagi program yang belum selesai.

Ini juga untuk menghindari kebekuan dan kemacetan organisasi. Memberikan kesempatan pada tokoh pimpinan NU yang lain, toh pondasi telah diletakkan. Yang penting ada kesinambungan ajaran dan program yang telah disepakati bersama.

Apa jasa KH Hasyim Muzadi untuk NU dalam dunia internasional atau dalam tataran global?

Dibentuknya ICIS (International Conference of Islamic Scholars), terlibatnya sebagai ketua WCRP (World Conference of Religion and Peace), dalam OKI, akses terhadap IDB, serta forum-forum interfaith adalah catatan penting bagi Pak Hasyim. Dan Pak Hasyim ingin berbagi tugas dalam mengembangkan sayap organisasi NU ini.

Lalu, sejauh mana hubungan Hasyim dengan LSM yang mana, banyak kader NU menjadi aktifisnya?


Kedekatan Pak Hasyim dengan berbagai LSM, partai politik, jaringan pesantren menjadi sosok yang diperhitungkan kawan maupun lawan. Tinggal mengembangkan dan meneruskan saja karena pondasi telah dibentuk Pak Hasyim. Pernyataan-pernyataan Pak Hasyim selalu menjadi headline di berbagai media masa.

Masalah apa saja yang masih perlu dibenahi oleh ketua umum PBNU periode mendatang?


Memang masih banyak program yang harus dibenahi misalnya soal kaderisasi, pembagian fungsi dan tanggung jawab pengurus baik PBNU, wilayah, badan otonom dan lenbaga-lembaga di NU, pendanaan, pola hubungan dengan pemerintah, hubungan dengan partai politik dan lain sebagainya.

Dalam konteks ekonomi kemasyarakatan, apa yang bisa dilakukan N
U?

Profesional dan pembisnis orang-orang NU harus memberikan sumbangan konsep-konsep maupun pengembangan usaha kecil, menengah, khususnya yang banyak menyerap tenaga kerja terus diperhatikan. Perlu wadah, pertemuan tokoh, pemikiran dan pembisnis NU untuk ini.

Banyak juga kader NU yang menempuh pendidikan di luar negeri, lalu apa yang harus mereka lalukan?


Dari segi lain, perpaduan pemikiran yang berlandaskan keagamaan bagi lulusan/alumni NU Timur Tengah harus punya penguasaan pengetahuan global termasuk mekanisme pasar bebas, politik yang berkembang baik regional, nasional maupun global.

Selain itu harus ada training/bimbingan teknis yang memadukan keilmuan agama dan keilmuan dunia sebagai bekal NU dalam inter relasi dengan mitra yang non NU. Dengan demikian sebaliknya bagi orang NU alumni pendidikan Barat harus ditraining ke Timur Tengah untuk pembekalan-pembekalan pengetahuan agama untuk kiprah di NU dalam tatanan sosial ekonomi politik baru.

Bagaimana peran NU selanjutnya di dunia internasional?


Dialog internasional dengan berbagai bidang akan terus berlanjut dan tetap negara Barat mengatur keinginannya, namun peradigmanya berubah tidak dengan cara pemaksaan kekuasaan monopoli dan sebagainya. Kekuatan ekonomi negara Timur Tengah harus diperhitungkan. Mestinya NU dapat mengambil keuntungan dalam percaturan Timur Tengah ini.

Jadi pengurus NU harus punya pengetahuan paripurna. Hal ini dapat diperingan dengan division of task, division of job, sesuai dengan keahlian masing-masing.

Soal kaderisasi di tubuh NU bagaimana Pak?

Soal gerakan memang tak jadi masalah lagi di NU karena ada visi misi dan ajaran baku, soal kemampuan meningkatkan keahlian harus dimulai dengan kaderisasi yang baik, bertahap, berjenjang bersertifikasi. Ada lembaga khusus yang ditugaskan untuk peningkatan SDM di NU sendiri yang mumpuni. Pelaksanaanya bisa kombinasi antara lembaga sesuai bidang yang diinginkan.

Anak didik di pesantren NU harus menguasai sedikitnya dua bahasa asing. Sepengetahuan saya banyak permintaan training dari kalangan pesantren termasuk guru/ustadznya dengan bahasa selain Inggris dan Arab dan banyak tidak dapat dipenuhi oleh NU.

Kaderisasi juga terkait dengan tantangan demografi, apa yang menjadi masalah di Indonesia?


Tekanan demografi akan lebih memberatkan karena masuknya kohor penduduk usia pekerja, jika saja lapangan kerja tak tercipta akibat banyaknya pengangguran. Hal itu akan menggerogoti capaian pendapatan akibat perbaikan ekonomi. Di sisi lain tak ada kemajuan dalam pelaksanaan Keluarga Berencana.
Perubahan iklim dan lingkungan sekarang menjadi perhatian dunia, bagaimana sikap NU ke depan?

Pengurangan pencemaran lingkungan harus dibiasakan untuk kalangan NU, akibat banyaknya limbah-limbah rumah tangga, pembuangan sampah sembarangan dan penebangan liar hutan tanpa ada penanaman kembali yang pada gilirannya merusak kesehatan lingkungan.

Hubungan NU dan partai politik yang mengambil basis warga NU juga harus ditata kembali, selama ini NU merasa ditinggalkan?


Tak kenal maka tak sayang, jadi perlu diadakan pertemuan periodik partai politik yang notabene partainya orang NU mengenai masalah pembelaan bagi human right, tentang rancangan UU dan sebagainya. Dan PBNU harus punya think tank yang bertugaas untuk feeding pimpinan PBNU yang ditugasi untuk pertemuan seperti ini

Selain itu, tiap anggota DPR dari NU harus memberi sumbangan kepada PBNU. Hal ini sudah dilakukan di era ketua umum KH Idham Khalid.

Sekitar 50–60 anggota NU di DPR tiap bulannya setor, besarnya bisa dibicarakan. Hal ini penting sebagai ikatan moral karena pada waktu tertentu; pilkada, pil legislastif, pilpres mereka dibutuhkan, apalagi dalam pengerahan massa, rapat, kunjungan kerja DPR ke daerah tak lupa bawa nama NU juga.

Selama ini beberapa program yang dibicarakan dalam muktamar kurang maksimal pelaksanaannya, bagaimana mengatasi masalah ini?


Mengenai program yang dapat diimplementasikan harus dibicarakan serius sebelum muktamar sehingga dapat diterima dalam muktamar. Hendaknya dihindari kesan bahwa muktamar itu hanya pilihan untuk ketua umum PBNU dan rais aam maupun maupun wakil rais aam, syuriah itu saja titik, sedang rencana lain ”apa kata nanti” seperti angin lalu. Tentang Aswaja dan materi ke-NU-an, yang mana bakunya, kok hanya wacana terus. 

Pertanyaan berikutnya adalah apakah Pak Hasyim masih dapat ruang untuk berkiprah?


Pasti banyak, ada institusi Syuriah ada institusi Dewan Syura di partai politik yang nota bene partainya orang-orang NU, ada institusi di pemerintahan dan institusi keislaman lainnya.

Justru yang paling penting pertanyaannya adalah apakah ada orang yang bisa menggantikan Pak Hasyim sebagai ketua umum PBNU?


Jawabannya pasti ada karena pertanyaan seperti itu terulang kembali waktu orang NU dihadapkan apakah ada yang bisa menggantikan Pak Idham Khalid, apa ada yang bisa menggantikan Gus Dur dan seterusnya. Jawabannya ada, sebut saja KH Said Aqil Siraj, KH Mustafa Bisri, Dr Ali Maschan, Pak Masdar, Gus Sholah, Pak Bagja, Prof Dr M Nuh dan silahkan menambah lagi dengan tokoh-tokoh muda, mumpung masih ada enam bulan untuk melakukan penyaringan. Yang penting kali ini adalah acungan jempol bagi Pak Hasyim untuk memberi kesempatan yang lain memimpin PBNU sebagai ketua umum. Mabruk Pak Hasyim. (mkf)


Terkait