Jakarta, NU Online
Karya dalam bentuk manuskrip yang banyak dihasilkan oleh ulama-ulama sejak dahulu kala masih banyak terserak di sejumlah negara Anggota ASEAN. Keterserakan tersebut disebabkan oleh banyak hal yang mengakibatkan kondisi manuskrip sangat memprihatinkan.
Temuan tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan (LKK) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2015 di empat negara yaitu Malaysia, Thailand, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Penelitian ini secara substantif dilatari oleh adanya fakta bahwa naskah Nusantara, dalam kenyataannya, tersebar di berbagai negara, termasuk di wilayah Asean, dalam kondisi kualitas memperihatinkan—penempatan yang terserak, kurang peroleh pemeliharan yang memadai, dan sebagian mengalami kerusakan.
Padahal, manuskrip memiliki fungsi kultural sebagai bukti sejarah peradaban bangsa. Untuk itu, studi-studi eksploratif, inventorik, dan preservatif tentang manuskrip Nusantara menjadi sangat penting, diantaranya untuk mengungkap kesejarahan Indonesia sebagai sentra otoritas wilayah Nusantara.
Setelah penelitian dilakukan selama 5 (lima) hari di negara Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei, menunjukkan bahwa negara-negara ini menyimpan manuskrip Nusantara dalam jumlah yang cukup besar. Total manuskrip dari keempat negara yang berhasil diidentifikasi mencapai lebih dari 1500 manuskrip.
Pada umumnya empat negara ini concern terhadap penyemalatan manuskrip keagamaan dan menjadi perhatian pemerintah serta masyarakat setempat, terutama lembaga-lembaga yang diberikan amanah untuk menjaganya. Malaysia dan Brunei, penyelamatan telah dilakukan dengan cara membeli naskah yang ada di sekitarnya, termasuk wilayah Indonesia dengan harga yang tinggi.
Banyak sekali manuskrip Indonesia yang dapat ditemukan di negara Malaysia dan Brunei Darussalam. Kedua negara tersebut, melakukan pemeliharan manuskrip dengan baik dan menggunakan teknologi canggih. Demikian juga dengan Singapura, penanganan manuskrip juga sudah dalam bentuk digital. Layar sentuh disajikan kepada pembaca untuk menggali informasi di dalam masnukrip yang disediakan.
Sementara di Thailand (Pattani), sangat disayangkan, naskahnya masih belum cukup dan layak perlakuan terhadapnya sehingga keadaannya memperihatinkan dan dikhawatirkan. Belum lagi masih banyak terdapat di dalam masyararakat yang disimpan secara pribadi. Manuskrip di Pattani belum dikatalogkan, apalagi untuk kajian secara intensif dalam hal menggali pengetahuan yang ada di dalamnya.
Pada umumnya manuskrip yang menjadi koleksi negara Malaysia dan Brunei adalah sebagian besar berasal dari negara tetangganya, terutama Indonesia. Mereka mendapatkannya dengan cara melacak terlebih dahulu kepada broker-brokernya, setelah itu mereka beli dengan harga yang tinggi. Patut dicatat bahwa pada Februari 2015 lalu, Malaysia datang ke Aceh untuk membeli manuskrip-manuskrip Aceh secara besar-besaran yang masih tersebar di masyarakat.
Selain itu, manuskrip juga berasal dari wilayah mereka sendiri namun dalam jumlah yang sedikit. Di Brunei, misalnya, ditemukan juga koleksi naskah dari Srilanka dan Borneo. Demikian juga dengan Malaysia, koleksi mereka lebih banyak dari luar negeri mereka.
Sementara Pattani, koleksi naskahnya adalah dari leluhur mereka yang berawal dari Syekh Daud al-Pattani. Para ulama dan penulis setelahnya banyak memproduksi manuskrip-manuskrip nusantara yang isinya tentu sangat berguna bagi generasinya dan generasi sesudahnya.
Berdasarkan hasil wawancara tim, manuskrip yang ada di wilayah ini mencapai lebih dari 200 manuskrip yang masih banyak lagi bertebaran di masyarakat. Kondisinya tentu sangat memperihatinkan, baik dari sisi fisik maupun sisi isi yang belum disentuh para peneliti. (Fathoni)