Jakarta, NU Online
Tahun 2016, Balitbang Diklat Kemenang juga melakukan kajian tentang kegiatan aksi 2 Desember 2016 atau yang kemudian disingkat dengan aksi 212. Kajian ini bertujuan untuk memotret apa yang terjadi selama aksi berlangsung, sehingga kronologis dan hal-hal penting dalam momen tersebut dapat didokumentasikan.
Dalam kegiatan ini, dilakukan pengumpulan data melalui obeservasi lapangan dan wawancara dengan beberapa peserta aksi. Data yang berhasil diperoleh kemudian dianalisis dan dideskripsikan.
Agenda aksi damai 212 ini dikemas tidak dalam bentuk demonstrasi, melainkan istighotsah, baca Al Quran, doa bersama dan salat Jumat berjamaah. Aksi sendiri dipusatkan di Silang Monas, Jakarta dimulai pada pukul 08.00-13.00 WIB.
Kegiatan ini dipelopori oleh Gerakan Mengawal Fatwa MUI (GNMF MUI). Aksi tersebut bertujuan untuk memberikan ‘tekanan’ kepada pemerintah agar memenjarakan dan menghukum Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, karena dituduh menistakan Al Quran dan ulama. Ahok sendiri adalah Gubernur DKI Jakarta ketika itu.
Selain dzikir dan do’a, acara diisi dengan pidato berturut-turut antara lain oleh Hidayat Nur Wahid, Syekh Bajeber, KH. Aa Gymnastiar, Habib Musawa, Didin Khafiduddin, Syaifudin Amsir, Ketua MUI Padang, dan Bakhtiar Nasir.
Menjelang shalat Jumat, Presiden Joko Widodo hadir di tengah massa dan mengikuti shalat Jumat. Selesai shalat Jumat, Presiden memberikan sambutan singkat.
Usai shalat Jumat di Monas dalam aksi 212, berulang kali Rizieq Sihab (Habib Rizieq) menyatakan bahwa hukuman bagi Ahok adalah harga mati. Jika keputusan pengadilan Ahok bebas, maka Sang Habib siap untuk memimpin revolusi.
Tampaknya pernyataan (atau ancaman) Ketua GMF MUI yang juga pimpinan FPI ini tidak bisa dianggap sebelah mata, karena dukungan massa kepada dirinya yang begitu banyak. Sangat mungkin jika ia kelak benar-benar memimpin umat, ia akan mewujudkan kata-katanya yaitu revolusi.
Berkaca pada aksi 212 ini, umat Islam pun tampaknya akan siap hadir kembali jika aksi jilid berikutnya digelar, dengan jumlahnya bisa saja lebih banyak lagi.
Dalam tampilan yang begitu mempesona, sesungguhnya aksi ini memiliki potensi kekuatan yang luar biasa.
Kajian ini merekomendasikan agar pemerintah bersama komponen bangsa lainnya, melakukan upaya-upaya preventif agar tidak terjadi lahirnya parlemen jalanan.
Hal ini didasari atas pertimbangan, jika keputusan pengadilan menyatakan Ahok bersalah maka mungkin tidak akan ada aksi susulan. Namun jika ternyata keputusan pengadilan Ahok dinyatakan tidak bersalah, maka sebuah kenyataan pahit di depan mata, pemerintah akan berhadapan dengan rakyatnya sendiri. (Kendi Setiawan)
Baca Kajian Keagamaan lainnya DI SINI