Balitbang Kemenag

Di Balik Pemblokiran 24 Situs Ekstrem

Sabtu, 21 Oktober 2017 | 03:30 WIB

Jakarta, NU Online
Pasca serangan bom Thamrin, tanggal 14 Januari 2016, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dalam Siaran Pers No. 13/PIH/KOMINFO/1/2016, pada tanggal 25 Januari 2016 mengumumkan pemblokiran 24 situs yang dinyatakan terindikasi berisi konten radikal yang memberikan dukungan atas perjuangan ISIS (Islamic State of Iraq and al-Sham). 

Sebelumnya, pasca kejadian bom Thamrin tersebut, pada tanggal 15 Januari 2016, Kementrian Kominfo telah memblokir 11 situs yang dinilai beraliran radikal. Kebanyakan situs tersebut terdaftar dan beralamat di Indonesia dengan kode co.id. Kembali pada tanggal 28 Januari 2016 Kementerian Kominfo dalam siaran pers-nya No.14/PIH/KOMINFO/1/2016, mengumumkan pemblokiran 9 situs berisi konten radikal atau terorisme.

Tindakan reaktif pemerintah yang memblokir beberapa situs ‘Islam’ yang dinilai terindikasi mengandung konten radikal memperlihatkan fakta bahwa media online yang eksis melalui sambungan jaringan internet belakangan ini mulai dirasakan menjadi media yang aktif memproduksi wacana radikalisme keagamaan. Mudahnya memproduksi gagasan maupun pemikiran yang tersebar melalui media ini dan sekaligus mudahnya akses bagi pembaca, menyebabkan pesan penulis dan persepsi pembaca dapat langsung menghunus ke jantung pemahaman subjektif pembaca. 

Kecuali media tertentu yang telah digarap secara profesional, kebanyakan media online digarap tanpa melalui seleksi maupun kontrol editing produksi berita yang semestinya berlapis. Inilah yang membedakan karakter media online dan media cetak pada umumnya. Hal tersebut terlihat dari jenis aplikasi yang digunakan, berbasis opensource, yaitu WordPress sebagai satu aplikasi atau script berbasis web yang dapat digunakan untuk membangun website atau blog.

Munculnya apa yang disebut new media dengan ciri utamanya digitalitas (digitality) telah demikian massif. Gelombang jenis media mutakhir ini hampir pasti sulit untuk dihadang. Di sinilah pentingnya untuk melihat gejala maraknya media-media online dan media sosial yang menggerakkan paham radikal serta diperlukan pemetaan karakteristik dan persebarannya. 

Pada tahun 2016,  Balitbang Diklat Kemenag RI melakukan penelitian Wacana Ekstremisme Keagamaan dalam media online. Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi pola wacana ekstremisme keagamaan dalam situs berita online, mengidentifikasi frekuensi pola ektrimisme keagamaan dalam situs berita online, dan mengindentifikasi perspektif masyarat tentang isu radikalisme keagamaan.

Out put yang dihasilkan dari penelitian tersebut adalah adanya peta pola wacana ektrimisme keagamaan situs berita online, frekuensi pola wacana ektrimisme keagamaan dalam situs berita online, dan perspektif masyarakat tentang isu radikalisme keagamaan. (Kendi Setiawan)