Jakarta, NU Online
Penulisan Al-Qur’an memiliki standar tersendiri. Kementerian Agama dalam hal ini memiliki tiga standar, yaitu Mushaf Standar dengan Rasm Usmani, Mushaf Standar Bahriyah (ayat pojok), dan Mushaf Standar Braille. Meskipun Kemenag sudah menetapkan standarnya, namun masih ada penerbit yang mencetak Al-Qur'an dengan Mushaf Standar Madinah yang disesuaikan Rasm Usmani.
Hal ini menarik Tim Peneliti Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI untuk melihat langsung penggunaanya di tengah masyarakat.
Penelitian diadakan tahun 2011 di enam provinsi di seluruh Indonesia, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Masing-masing provinsi diteliti oleh dua orang peneliti dengan subjek penelitian merupakan jamaah di dua masjid di setiap kota dan kabupaten.
Dalam penelitian ditemukan bahwa penggunaan Mushaf Standar Kementerian Agama menempati posisi teratas di antara mushaf standar lain. Meskipun sebagian besar dari mereka tidak mengenal nama Mushaf Standar.
Mereka beralasan bahwa penggunaan Mushaf Standar didasarkan karena faktor kepemilikan dan tingkat kemampuan membaca Al-Qur’an. Sementara itu, dasar kesukaan mereka pada Mushaf Standar penyesuaian karena menggunakan sistem pojok. Jenis ini diminati oleh responden yang sedang menghapal Al-Qur’an maupun yang tidak.
Adapun penggunaan Mushaf Standar Kemenag masih mayoritas dipakai oleh masyarakat Umat Islam Indonesia. Sekalipun istilah tersebut belum familiar di telinga mereka. Oleh karena itu, Tim Peneliti Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI merekomendasikan lima hal dalam penggunaan Mushaf Standar ini.
Pertama, perlu ada sosialisasi ke masyarakat melalui Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ), Seleksi Tilawatil Qur'an (STQ), kegiatan pameran, masjid, mushalla, bahwa bentuk dan model mushaf standar demikian.
Selain itu, gerakan wakaf Al-Qur’an secara nasional perlu digagas, dengan tujuan menggalakkan masyarakat untuk memiliki, membaca, mempelajari dan memahami Al-Qur’an. Mushaf Standar sekarang ini juga perlu ditulis ulang lagi dengan gaya dan hiasan yang lebih cantik, indah, dan menarik.
Adapun penyebaran dan pembagian Mushaf Standar yang gratis, setiap tahunnya, pada umumnya, masih terbatas kepada komunitas tertentu. Belum menyentuh masyarakat bawah, apalagi masyarakat yang jauh dan terpencil.
Terakhir, tidak cukup dengan pembagian mushaf, tetapi Al-Qur’an dan terjemahnya pun juga perlu diberikan kepada masyarakat untuk memudahkan mereka dalam mengkaji, memahami, dan mempelajari Al-Qur’an. (Syakir NF/Kendi Setiawan)