Balitbang Kemenag

Hasil Servei Intensi Masyarakat Muslim Mengkonsumsi Produk Halal

Jumat, 21 Juni 2019 | 09:45 WIB

Hasil Servei Intensi Masyarakat Muslim Mengkonsumsi Produk Halal

ilustrasi label halal.

Perilaku konsumen Muslim dalam menentukan halal atau tidaknya suatu produk sekarang ini menjadi salah satu pertimbangan utama dalam keputusan pembelian suatu produk. Sebab itu, konsumen Muslim menjadi lebih sadar dan sensitif terhadap persyaratan halal sebuah produk dengan mencari, mempertanyakan, dan menghindari barang-barang yang tidak disertifikasi sebagai 'Halal' dan yang tidak memilikinya tanda 'Halal'.

Tidak hanya status halal yang terdapat pada produk, produsen diharapkan sudah memiliki sertifikat halal yang menjamin bahwa mulai dari raw material (bahan baku) sampai dengan produk jadi terjamin kehalalannya. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin telah meresmikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Keberadaan BPJPH dapat membantu memudahkan masyarakat untuk mengetahui kehalalan suatu produk. 

Untuk mengetahui intensi masyarakat Muslim Indonesia dalam penggunaan barang-barang halal, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (Puslitbang BALK) Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI melakukan penelitian pada 2018. Penelitian melibatkan 1200 responden. Dari hasil penelitian yang dilakukan tingkatan intensi membeli produk halal pada masyarakat Muslim Indonesia masuk pada kategori sedang dengan jumlah responden sebanyak 843 atau hasil persentase 70,1 persen. Sebanyak 168 responden memiliki intensi membeli rendah yakni 14,0 persen dan sebanyak 191 orang berada pada kategorisasi intensi membeli produk halal tinggi atau sejumlah 15,9 persen.

Penelitian ini juga menjelaskan bahwa perempuan memiliki intensi membeli produk halal yang lebih tinggi dari laki-laki sebagaimana mean laki-laki adalah 47,07<47.60 (mean perempuan) meski dengan selisih yang sangat tipis di antara keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan perempuan memiliki intensi membeli produk halal lebih besar dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan, perempuan diprediksi memiliki tingkat perhatian yang lebih tinggi dikarenakan perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi (Kotler, 2012).

Adapun analisis perbedaan intensi membeli produk halal berdasarkan provinsi, mean terbesar ditemukan Bali, dikarenakan masyarakat Muslim di Bali merupakan minoritas dan dominan non-Muslim, sehingga masyarakat Muslim setempat lebih mengedepankan aspek religiusitas dalam intensi membeli produk halal. Kalimantan Selatan sebagai wilayah mayoritas Muslim dengan konsumen yang lebih religius lebih banyak membeli makanan halal dengan persepsi bahwa makanan yang tersaji di kalangan mayoritas mereka sebagai Muslim sudah dapat dipastikan kehalalannya. Persepsi positif ini memberikan mereka ketenangan pikiran dan mengurangi kecurigaan (Shafie & Othman, 2015).

Kelompok masyarakat yang sudah menikah memiliki kecenderungan kuat untuk membeli produk halal dibanding yang belum menikah atau janda dan duda. Orang yang sudah menikah akan melakukan kontrol terhadap keluarga untuk mengkonsumsi makanan halal atau intensi membeli produk halal. 

Adapun intensi membeli produk halal tertinggi adalah masyarakat dengan tingkat pendidikan strata 2 dengan nilai mean (49.55). Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan indivividu mempengahuri tingkat intensi membeli produk halal. Intensi membeli produk halal lebih tinggi dimiliki oleh kalangan masyarakat dengan pendapatan tinggi atau di atas Rp4.000.000 (48,55 persen), diikuti oleh masyarakat dengan pengahasilan satu tingkat di bawahnya yakni Rp3.100.0000-Rp4.000.000 (47,86 persen). Penelitian menemukan tidak ada perbedaan signifikan dalam intensi membeli produk halal berdasarkan pengeluaran masyarakat dengan nilai signifikansi sebesar sig=0,815.

Sebagian besar responden telah mengetahui mengenai adanya label halal MUI dan paham terhadap keberadaan label halal tersebut. Hanya sebagian besar tidak memperhatikan label tersebut. Hal ini seiring dengan data bahwa sebagian besar pernah membeli produk produk halal serta pada saat yang sama juga membeli produk yang diragukan kehalalannya dikarenakan tidak ada label halal. 

Menurut Howard dan Sheth (2004) konsumen akan memiliki intensi membeli suatu produk tertentu pada jangka waktu tertentu setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan terhadap produk tersebut. Pernyataan ini menegaskan bahwa semakin baik informasi terkait produk halal yang dimiliki oleh konsumen maka akan semakin meningkatkan kecenderungan intensi membeli produk halal. 

Pengetahuan konsumen terhadap kehalalan suatu produk minimal didapati oleh label halal yang terdapat dalam kemasan produk yang akan dibelinya. Selain dari pada label, informasi kehalalan produk didapati konsumen dari komposisi bahan yang dituliskan pada kemasan produk. 

Selanjutnya yang menjadi aspek penting dalam informasi adalah paparan media. Intensi membeli produk halal akan semakin tinggi ketika informasi terkait produk halal tersebut dijumpai konsumen melalui informasi media baik cetak maupun televisi. Apabila konsumen mendapatkan rekomendasi dan pemahaman tentang kehalalan produk melalui info media, maka akan timbul intensi membeli produk halal tersebut.

Pada riset ini sikap positif konsumen terhadap produk halal akan mempengaruhi keyakinan dirinya bahwa mereka benar-benar memiliki kontrol atas perilaku mengkonsumsi produk halal. Sikap positif terhadap kebermanfaatan produk halal akan menambah keyakinan konsumen bahwa meskipun ada beberapa kesulitan mengkonsumsi produk halal seperti harga yang lebih tinggi tidak akan menghalangi niatan mengkonsumsi produk halal. (Kendi Setiawan)