Balitbang Kemenag

Inilah Layanan Pendidikan Agama di Sekolah Labschool Jakarta

Senin, 23 Oktober 2017 | 07:00 WIB

Jakarta, NU Online
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat melakukan penelitian layanan pendidikan agama kepada siswa dari berbagai agama di sekolah. Penelitian salah satunya dilakukan di Sekolah Labschool Jakarta di Jalan Pemuda Komplek Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rawamangun Jakarta Timur.

Penelitian yang dilakukan tahun 2016 tersebut menemukan layanan pendidikan agama di Labschool Jakarta sudah diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu:

Pertama, setiap siswa memperoleh pelajaran bidang studi agama sesuai dengan agama yang dianutnya, dan diajarkan oleh guru-guru yang seagama dengan keyakinan dan agama para siswa. Dengan kata lain bahwa pelajaran bidang stdui agama tidak diajarkan oleh guru yang berbeda agamanya dengan agama yang dianut siswa.

Dengan demikian hak asasi siswa untuk memperoleh ajaran agama dan melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinan yang dianut oleh siswa telah difasilitasi dan diselenggarakan dengan semestinya. Hal tersebut sesuai dengan amanah undang-undang sistem pendidikan nasional.

Kedua, waktu pelaksanaan pelajaran bidang studi agama telah diatur dengan cermat dengan memperhatikan jumlah penganut agama. Siswa yang beragama mayoritas, diperlakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Begitu pula untuk siswa yang jumlah penganutnya sedikit difasilitasi dengan melibatkan atau bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang ada di internal agama bersangkutan, misalnya dengan penyelenggara kebaktian atau sekolah minggu, bagi siswa non agama Islam. 

Ketiga, Ketersedian guru agama bidang studi agama Islam, disesuaikan dengan rombongan belajar untuk setiap kelasnya, dan diangkat melalui rekruitmen yang dilakukan oleh bidang pengembang Yayasan Pembina UNJ. Jumlah guru PAI kurang memadai karena jumlah siswa ± 800 dengan jumlah guru hanya 2 orang.

Kenyataan ini mesti jadi perhatian pihak komite sekolah (POMG) bersama sekolah penyelenggara  agar kekurangan guru dimaksud tidak berkelanjutan mengingat pentingya pelajaran bidang studi agama, baik ditinjau dari perspektif kebutuhan asasi siswa maupun dari segi kepentingan akademis. 

Keempat, fasilitas untuk keperluan pembelajaran agama disediakan oleh sekolah atau sekolah melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga agama yang ada. Berkenaan dengan pelaksanaan belajar bidang studi agama Budha dan Khonghucu, pada tahun ini (2015) tidak diselenggarakan karena siswanya yang beragama tersebut tidak ada.

Apabila terdapat siswa yang beragama Budha dan Khonghucu, untuk pelaksanaan proses pembelajaran kedua bidang studi ini, biasanya bekerjasama dengan pihak sekolah minggu dari masing-masing agama tersebut, karena pihak sekolah susah mendapatkan guru agama tersebut.

Kelima, pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan agama. Labschool telah mendapat kunjungan secara teratur dan intensif dari petugas (pengawas) pendidikan agama terhadap semua program pendidikan agama yang dilakukan oleh guru (Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha). 

Persoalannya adalah ketersediaan tenaga pengawas yang harus melakukan pengawas jumlahnya masih terbatas, khususnya untuk agama-agama tertentu. Tenaga pengawas untuk agama Hindu, Budha dan Khonghucu hanya tersedia 1 (satu) orang pengawas yang ditugaskan sebagai pengawas pendidikan di tingkat sekolah dasar. Pelaksanaan pengawasan pendidikan agama Hindu, Budhda dan Khonghuchu,  pada tingkat SMP dan SMA di Labschool, tidak dilakukan.

Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak dan pemangku kepentingan, baik sekolah sebagai pelaksana pendidikan, maupun pemerintah, dalam hal ini Kemenag, Dinas pendidikan atau Sudin Diknas setempat, serta pihak lembaga agama terkait, seperti Parisada Hindu Dharam (untuk Hindu), Walubi untuk Budha, dan Matakin untuk Khonghuchu, dalam menyediakan pengawas untuk mengatasi persoalan ini.

Berkaitan dengan kekurangan atau ketidaktersediaan pengawas, semestinya jangan sampai pihak pemerintah (Kemenag atau Dinas pendidikan/Dinas Pendidikan), membiarkan hal ini berlarut, karena akan menyebabkan pelaksanaan proses pendidikan agama tidak berjalan dengan baik. (Kendi Setiawan)