Jakarta, NU Online
Saat ini new media merupakan kekuatan utama dalam mempercepat tren globalisasi di masyarakat. Dengan dorongan new media, tren global turut menciptakan jaringan-jaringan serta aktivitas sosial baru, mendifinisikan ulang aspek-aspek politik, ekonomi, serta geografi, memperluas relasi-relasi sosial, menguatkan serta mempercepat perubahan-perubahan sosial di masyarakat (Steger: 2009).
Sedangkan radikalisme di media online, didefinisikan oleh Bermingham (2009) dengan pengertian sebuah proses yang menjadikan seseorang melalui interaksi online dan penjelajahan pada berbagai tipe konteks internet, yang membuat individu tersebut atau pelakunya berpandangan bahwa kekerasan sebagai sebuah metode yang sah untuk menyelesaikan konflik sosial dan politik.
Riset yang dilakukan lembaga Rand memperlihatkan peran internet dalam proses radikalisasi bagi pelaku ekstrimis keras (violent extremists) dan para teroris. Internet menjadi kunci informasi, komunikasi dan propaganda untuk menyampaikan keyakinan ekstrem.
Dari itu kemudian muncul beberapa istilah yaitu puritanisme, fundamentalisme, ektrimisme, dan radikalisme.
Puritanisme adalah gerakan keagamaan yang sangat tekstualis dalam memahami nash kitab suci, semangat meniru perilaku nabi dan sahabat dalam urusan ibadah ritual, dan kehidupan sosial. Indikator puritanisme diantaranya kembali kepada ajaran kitab suci yang awal dan bersifat non politik (apolitis), kembali ke kitab suci (Quran-hadits), menolak TBC (Takhayul Bid’ah Churafat), mengedepankan simbol dan identitas keagamaan (jenggot, jidat,isbal).
Fundamentalisme, yaitu gerakan keagamaan menggunakan instrumen politik dan memiliki agenda politik untuk memperjuangkan cita-citanya; penegakkan syariat Islam dalam aturan Negara. Fundamentalisme ditandai dengan menolak sekulerisme, formalisme agama dalam negara, penggunaan instrumen politik dalam memperjuangkan cita cita ideologinya, anti barat dan anti non islam (Amerika, Yahudi, Zionis).
Radikalisme adalah gerakan keagamaan yang menolak keberadaan negara karena bukan negara islam, Menolak keberadaan negara (Non State). Ditandai dengan memiliki cita cita politik negara islam, takfiri (menganggap kafir mereka yang berbeda pemahaman keagamaan).
Ekstrimisme merupakan ajakan memerangi dengan cara teror dan kekerasan terhadap mereka yang berbeda pemahaman ideologi dan keagamaan. Indikatornya adalah ajakan perang secara terbuka dengan kekerasan, peledakan bom, perlawanan bersenjata.
Tahun 2016, Balitbang Diklat Kemenag melakukan penelitian Wacana Ekstrimisme Keagamaan dalam Media Online. Penelitian dilakukan pada situs-situs Arrahmah.com, dakwatuna.com, panjimas.com, VOA Islam.com, Portalpiyungan.org, Hidayatullah.org, Islampos.com, Bersatulahdalamgerejakatolik.com, Majalahraditya.com
Untuk pendalaman data, pemilihan lokasi wawancara dilakukan berdasarkan kriteria wilayah-wilayah yang diasumsikan memiliki kerentanan persoalan keagamaan, baik berdasarkan populasi agama, konflik maupun maupun wilayah yag diasumsikan sebagai basis ormas-ormas berhaluan keras. Berdasarkan kriteria tersebut maka dipilih Pasuruan, Kota Solo, Ambon, Bandung, Medan, dan Bali sebagai lokasi penelitian.
Pengamatan terhadap situs Islam, memperlihatkan bahwa persoalan ‘kebijakan’ Israel khususnya terhadap Palestina masih menjadi pusat perhatian situs-situs Islam untuk diberitakan kepada masyarakat. Hal tersebut diindikasikan dari hasil identifikasi kata kunci yang dominan dalam observasi. Kata kunci “Israel” menempati posisi tertinggi sebagai isu terkait dengan berita Islam di dalam situs berita online yang berafiliasi kepada Islam.Selain isu “Israel”, kata kunci “Syiah” juga merupakan isu yang dominan dalam pemberitaan situs-situs berita Islam.
Secara umum, berdasarkan besaran persentase frekuensi kata kunci, terdapat 4 kata kunci dominan, yaitu Israel (22%), Syiah (18%), Pelestina (11%), dan Amerika Serikat (10%). Selain 4 kata kunci tersebut, juga terdapt “ISIS” (8%), “Tolikara/GIDI” (7%), “BNPT-DENSUS 88-BIN” (6%), “Intifadha” (5%),“Rezim Al-Sisi” (5%) dan LGBT (5%) menjadi kata kunci yang cukup tinggi sebagai isu didalam pemberitaan situs-situs Islam yang diobservasi. (Kendi Setiawan)