Balitbang Kemenag

Layanan bagi Santri Asing di Pesantren Indonesia

Senin, 8 April 2019 | 05:30 WIB

Layanan bagi Santri Asing di Pesantren Indonesia

Ilustrasi (Balitbang Diklat Kemenag)

Jakarta, NU Online
Pada tahun 2018, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang Diklat Kementerian Agama RI mengadakan penelitian tentang layanan santri asing di pesantren Indonesia. Penelitian tersebut berdasarkan fakta bahwa pesantren di Indonesia telah menerima banyak santri asing dari mancanegara.

Hal tersebut disebabkan oleh karakter pesantren di Indonesia yang menjadi pusat pengembangan Islam wasatiyah (moderat). Terutama mengenai tafaquh fiddin yang dipelajari lebih mendalam dibanding negara lain. Selain itu juga karena pesantren di Indonesia relatif lebih murah. Penelitian tersebut menyoroti tentang bagaimana pesantren yang sudah semestinya membutuhkan persiapan matang dari sisi layanan, baik dari segi administrasi maupun akademik. 

Persoalan layanan administrasi menyangkut tentang tata kelola perizinan santri asing di pesantren yang bisa berdampak pada motivasi belajar santri asing di pesantren Indonesia. Sementara layanan akademik mengenai pengelolaan pembelajaran yang bermutu, karena bersinggungan langsung dengan pemenuhan orientasi serta harapan belajar santri asing.

Di samping itu, tujuan santri asing belajar di pesantren Indonesia adalah karena kesamaan paham keagamaan yakni Ahlussunnah wal Jamaah atau Sunni, juga kesamaan pemahaman dalam praktik dakwah dan dorongan semangat tabligh. Sementara jika dilihat dari harapan, santri asing yang belajar di pesantren Indonesia adalah karena ingin menjadi tokoh agama, dan kemudian mengembangkan ajaran Islam moderat di negaranya masing-masing.

Dengan demikian, penelitian tentang layanan santri asing di pesantren Indonesia menjadi sangat strategis untuk dikemukakan. Penelitian tersebut dilakukan di sejumlah pesantren yang setidaknya memiliki sepuluh orang santri asing.

Beberapa pesantren itu adalah Darul Habib Sukabumi, Daruttauhid Bandung, Albahjah Cirebon, Wahid Hasyim Semarang, Sirajul Mukhlasin Magelang, Al-Irsyad Boyolali, Al-Fattah Temboro, Wali Barokah Kediri, Darul Lughah Bangil, Amanatul Ummah Mojokerto, Madinatul Fata Aceh, Ar-Raudlatul Hasanah Medan, Al-Ihsan Banjarmasin, dan PMI Dea Malela Sumbawa.

Penelitian yang dilakukan oleh Achmad Dudin itu menyebutkan dua temuan. Pertama, terdapat persoalan layanan administrasi berupa perizinan belajar santri asing di pesantren yang dikelola oleh berbagai pihak. Diantaranya oleh pesantren itu sendiri, agen, lembaga, organisasi, dan individu. Kedua, persoalan layanan akademik yang masih membutuhkan kesiapan dari segi mutu pembelajaran, SDM, dan sarana prasarana.

Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa kedua layanan, administrasi dan akademik, untuk santri asing di pesantren masih belum optimal. Sehingga dibutuhkan kebijakan khusus layanan untuk santri asing di pesantren. Untuk layanan administrasi berupa pengurusan izin belajar santri asing, dipermudah atau tidak terlalu dipersulit. Sedangkan untuk layanan akademik, selama ini pesantren telah melakukan transfer keilmuan melalui kaderisasi ulama dan pembiasaan nilai-nilai sosial budaya Islami.

Karena itulah kemudian dikemukakan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, pemerintah perlu membuat kebijakan khusus tentang layanan santri asing di pesantren, yakni dengan memberikan kemudahan dalam proses pemberian izin tinggal bagi santri asing. Kedua, pemerintah perlu melakukan pengawasan dan pengendalian secara berkala terhadap keberadaan santri asing di pesantren.

Ketiga, pemerintah berperan aktif mempromosikan pesantren Indonesia sebagai destinasi pendidikan global dan pengembangan Islam wasatiyah melalui berbagai kegiatan kementerian terkait. Terutama sekali dalam kegiatan yang berskala internasional. Keempat, pemerintah perlu mensosialisasikan kebijakan layanan santri asing di pesantren yang lebih luas. Di antaranya melalui penguatan jaringan alumni pesantren, media sosial, media cetak, website, dan kerja sama kelembagaan pesantren dengan dunia luar. (Aru Elgete/Kendi Setiawan)