Balitbang Kemenag

Mengupas Hasil Penelitian Layanan Kitab Suci 2018

Jumat, 9 November 2018 | 16:05 WIB

Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) pada 6 November 2018 yang lalu menyelenggarakan Seminar Hasil Penelitian Indeks Layanan Kitab Suci. Pada kegiatan yang berlangsung di Bogor, Jawa Barat ini, Kapuslitbang LKKMO, Muhammad Zain mewakili Kepala Badan Litbang dan Diklat H Abdurrahman Mas’ud, menegaskan pentingnya penelitian ini sebagai salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Agama.

Menurut Muhammad Zain, penelitian indeks layanan kitab suci ini sangat penting dilakukan dengan beberapa alasan. Pertama, beririsan dengan penelitian indeks literasi Al-Qur’an. Di dalamnya ditemukan hal cukup menarik yakni di salah satu provinsi yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Syariah, siswa-siswinya memiliki tingkat hafalan surat-surat pendek cukup baik, namun pemahaman atas surat-surat tersebut rendah.

Zain juga menyebutkan, PPIM UIN Syarif Hidayatullah telah melansir hasil risetnya bahwa terjadi akhir-akhir ini peningkatan intoleransi kalangan guru dan siswa di sekolah dan madrasah. Untuk meningkatkan pemahaman perlu mendorong budaya literasi dan pemenuhan kitab sucinya.

Kedua, fakta bahwa dalam konteks Indonesia semua umat beragama bergantung pada kitab suci dan mewarisi tradisi bertumpu pada teks. Ketiga, dalam studi agama-agama (religious studies), agama memiliki beberapa aspek, yaitu kitab suci yang merupakan firman Tuhan; orang-orang suci dan tokoh agama (seperti nabi, rasul, wali, kiai, pastor, pendeta, santo, biksu;  ritual yang harus dikerjakan umatnya. Selain itu adanya rumah ibadah tempat umat melakukan ibadah, seperti masjid, gereja, pura, wihara, klenteng dan sebagainya; dan adanya lembaga-lembaga agama.

Menuryt Muhammad Zain, rendahnya indeks literasi Al-Qur’an itu dapat dilihat dari tidak meratanya penyampaian materi pada mimbar-mimbar. Misanya,  terdapat ayat-ayat teologis dipahami secara sosiologis, dan begitu pula sebaliknya. Ayat yang berbunyi Wa lan tardlo ankal yahudu walannashoro hatta tattabi’a millatahum; diturunkan di Madinah pada saat Yastrib secara ekonomi dan politik dikuasai oleh orang Yahudi dan Nasrani termasuk prestise sosial juga seperti itu, maka sewajarnya mereka itu tidak rela. Jadi ini sesungguhnya adalah persoalan sosiologis.

Di sisi lain, Muhammad Zain juga mencontohkan ayat teologis pada Surat Al-Fath ayat 29, Muhammadun rosulullahi walladzina ma’ahu asyiddau ‘alal kuffari ruhamau bainahum. Ayat ini mengajarkan kita untuk teguh pendirian dalam hal akidah dan keimanan, tidak ada toleransi. Tetapi, kata Muhammad Zian, dalam hal muamalah kehidupan sehari-hari ketika berbaur dengan masyarakat plural berbeda agama bukanlah ayat ini yang tepat tetapi ayat lain dalam surat alkafirun, Lakum dinukum waliyadin.

Baru-baru ini, kata Muhammad Zain, Menteri Agama menginisiasi pertemuan para tokoh dan budayawan semua agama. Pada kesempatan itu, Menteri Agama menegaskan bahwa di Indonesia kita jangan membenturkan agama dengan budaya, sebab tafsir agama itu juga bagian dari budaya. Selanjutnya pengembangan budaya harus berdasarkan pada spiritualitas agama.

Mengakhiri uraiannya, Muhammad Zain mengungkapkan bahwa jika tahun ini penelitian menemukan data seperti kurang massifnya program penyediaan kitab suci, jumlah cetakan kurang, distribusi tidak rutin. Oleh karena itu, pada tahun-tahun berikutnya perlu ditindaklanjuti penelitian lain seperti penelitian etnografi yang lebih menarik dan dapat memperkaya temuan yang ada. (Kendi Setiawan)