Balitbang Kemenag

Rekomendasi Hasil Penelitian Penggunaan Produk Halal

Senin, 24 Juni 2019 | 21:00 WIB

Survei Intensi Masyarakat Muslim dalam Mengonsumsi Produk Halal yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (Puslitbang BALK) Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI 2018 dilandasi karena banyaknya masyarakat Muslim di Indonesia.

Negara Indonesia berkewajiban menyediakan produk halal bagi masyarakat Muslim. Peranan pemerintah sangat penting dalam memastikan penyediaan sertifikat halal dan logo hanya diberikan kepada produsen yang benar-benar mengikuti pedoman yang ditentukan (Ahmad, et al. 2013).

Apabila label halal tidak diterbitkan oleh lembaga resmi pemerintah yang ditunjuk, maka dapat meningkatkan kekhawatiran konsumen apakah label halal yang terdapat pada kemasan produk benar-benar diakui dan telah melewati serangkaian proses sesuai dengan pedoman yang berlaku. Menyikapi itu, Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang JPH (Jaminan Produk Halal), kepastian hukum atas kehalalan produk-produk yang beredar di Indonesia diberi payung hukum. UU-JPH ini mengubah ketentuan sertifikasi produk halal yang sebelumnya bersifat sukarela menjadi wajib dimiliki pelaku usaha.
 
Persepsi masyarakat saat ini, produk halal identik dengan industri makanan. Menurut Thomson Reuters dalam laporan State of Global Islamic Economy (2014-2015), produk halal tidak hanya sekadar industri makanan saja, namun juga diantaranya meliputi industri kosmetik dan farmasi, sistem keuangan berbasis islam, fashion, media dan rekreasi, serta konsep pariwisata halal. Dari sekitar 100 ribu consumer goods (produk makanan, obat dan kosmetik) yang beredar di pasaran Indonesia, hanya 84% yang mempunyai sertifikat halal, sedangkan selebihnya masih abu-abu (www.halalMUI.com). 

Fokus dalam penelitian ini mengenai beberapa faktor yaitu sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku dan cara memengaruhi niat pembelian di antara konsumen Muslim dengan menerapkan teori reason action behaviour (Ajzen. 2005) dalam pembelian melalui kajian tentang intensi membeli produk halal. Penggalian terhadap hal ini dapat dilihat dengan mengamati pola perilaku membeli masyarakat dan kecenderungan membeli masyarakat terhadap produk halal dan faktor-faktor yang memengaruhinya.

Dari penelitian yang dilakukan, dihasilkan sejumlah rekomendasi. Bagi pemerintah sebagai pelaksana Undang-Undang Jaminan Produk Halal melalui Kementrian Agama dan BPJH, diharapkan melakukan langkah-langkah implementasi bertahap berupa sosialisasi, mempersiapkan sistem pengawasan dan sanksi kepada produsen terkait sertfikasi halal sebagai pertanggungan jawaban pelaksanaan jaminan produk halal dan tanggapan sikap memenuhi tingginya intensi masyarakat terhadap konsumsi produk halal.

Bagi Kementerian Agama, BPJPH, dan institusi halal lainnya, perlu melakukan sosialisasi yang terarah dan berjenjang hingga level kelurahan mengenai keberadaan undang-undang produk halal, BPJPH, dan kewajiban bagi perusahaan untuk memenuhi hak konsumen terkait dengan kehalalan produk.

Kemudian, kepada lembaga legislasi negara, Kementerian Agama, dan BPJPH, perlu melakukan kajian terkait dengan pengembangan struktur yang tersebar pada setidaknya level kabupaten kota untuk menjadi kaki tangan dalam penguatan pendidikan dan penyuluhan masyarakat. Kepada BPJPH perlu kiranya mempertahankan ciri khas dari label halal terkait dengan pengetahuan, pemahaman, dan aspek kognitif. 

Untuk daerah-daerah yang ditemukan memiliki rerata tertinggi dalam intensi membeli produk halal perlu keberpihakan kebijakan dalam memberikan jaminan informatif mengenai kehalalan produk terutama dikarenakan daerah tersebut merupakan sasaran wisata. 

Selain itu, perlunya memperhatikan kontrol perilaku sebagai prediktor utama yang membentuk intensi membeli produk halal, maka jaminan pada kemudahan akses masyarakat terhadap produk halal harus terus dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses sertifikasi dan labelisasi produk halal di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.

Dan, dalam proses sosialisasi jaminan produk halal, diperlukan keterlibatan secara aktif dari lembaga-lembaga keagamaan, para tokoh agama, penceramah, da’i, ustadz untuk membantu sosialisasi konsumsi produk halal kepada masyarakat luas. (Kendi Setiawan)