Balitbang Kemenag

Rekomendasi Hasil Studi Banding Penanganan Manuskrip di Timur Tengah

Senin, 25 Maret 2019 | 12:00 WIB

Rekomendasi Hasil Studi Banding Penanganan Manuskrip di Timur Tengah

Ilustrasi manuskrip.

Jakarta, NU Online
Studi banding penanganan manuskrip oleh Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2018 ke empat negara di Timur Tengah yaitu Turki, Iran, Mesir dan Marokko dilandasi oleh kesadaran bahwa manuskrip sebagai warisan berharga bangsa pada masa lampau, memiliki kerentanan untuk dapat eksis dalam waktu yang lebih lama.

Banyak faktor yang menyebabkan manuskrip dan naskah-naskah kuno dapat hancur ditelan bumi, seperti peristiwa bencana alam, udara yang tidak sesuai, perlakuan yang tidak tepat, dan sentuhan manusia yang sembarangan. Padahal, di dalamnya banyak informasi dan pengetahuan bermanfaat yang patut dicontoh dan diteladani bagi generasi sekarang dan seterusnya.

Perawatan yang tepat dan sesuai standar sangat dibutuhkan oleh sebuah manuskrip kuno. Banyak lembaga terkait dan negara-negara tertentu khususnya di Barat berkompeten dalam merawat naskah. Sebut saja Belanda dan Inggris misalnya, memiliki kepedulian tinggi untuk perawatan naskah. Negara-negara tersebut menggunakan alat-alat canggih untuk melindungi sebuah manuskrip yang sudah cukup tua umurnya. Tidak hanya itu, cara mereka memperlakukan dan menyentuh manuskrip sangat hati-hati dengan dibekali ilmu yang cukup.
 
Selain Barat, negara-negara di Timur Tengah juga tidak kalah saing dengan negara Barat dalam merawat naskah warisan masa lampau. Mereka menata rapi dengan membuat katalog dan memperlakukannya dengan sangat bijak dan hati-hati dengan menggunakan alat-alat dan metode modern sesuai dengan perkembangan saat ini. Turki dan Iran, misalnya, menghargai naskah kuno dengan perawatan yang intensif dan metode serta alat yang canggih dan mutakhir. Mereka sigap menghadapi berbagai bentuk bencana yang hendak menghinggapi manuskrip, barang berharga dari para leluhur. Bagaimana penanganan di negara tercinta ini.

Dengan sejumlah naskah yang masih tersebar di berbagai tempat dan daerah, Indonesia juga telah melakukan banyak hal dalam rangka mempertahankan keberadaan manuskrip bersama pemilik, pengguna dan pengambil manfaat. Perpustakaan Nasional dan museum-museum daerah telah menjadi ikon dalam penjagaan dan perawatan manuskrip yang ada. 

Namun demikian, dalam rangka meningkatkan kemampuan dan daya tarik masyarakat dalam penanganan secara profesional dan berpengalaman, pembelajaran dan perbandingan studi ke lembaga-lembaga luar negeri dibutuhkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan secara bertahap dan terus menerus dengan waktu interval empat tahun sekali, sehingga informasi dan pengetahuan dapat diserap dan menjadi bandingan yang utuh.

Setelah dilakukan studi banding tersebut, dihasilkan beberapa rekomendasi. Pertama, pelaksanaan benchmarking model preservasi ini perlu dilakukan terlebih dahulu di lingkungan Indonesia, terutama di Arsipnas. Arsipnas juga mengoleksi dan mempreservasi dokumen-dokumen lama dan klasik. Meskipun bukan naskah yang diarsipkan oleh Arsipnas, namun bahan dasarnya adalah sama, yaitu kertas. 

Di samping itu konservasi lebih spesifik juga dapat dipelajari di Perpustakaan Nasional yang mengkonservasi langsung manuskrip-manuskrip Indonesia. Setelah melakukan di lingkungan sendiri, dilaksanakan ke wilayah lain di luar Indonesia, yaitu Asia Tenggara, Asia, dan Eropa. Dengan demikian, kekurangan yang ada di lingkungan sendiri dapat dipecahkan dengan solusi yang dipelajari di luar negeri.

Kedua, cara mendigital dan menyimpan data adalah hal yang harus dan perlu diperhatikan terlebih dahulu. Khusus bagi Litbang Kemenag yang dalam hal ini dibebankan kepada Puslitbang LKKMO, maka preservasi naskah kuno keagamaan dalam bentuk digital menjadi tanggung jawab LKKMO. Karena itu, peningkatan daya tahan dan kualitas data base yang disimpan dalam waktu lama perlu menjadi perhatian serius. Di samping cara yang mudah dan user friendly bagi siapa saja yang hendak mengaksesnya. Karena itu, benchmarking lebih lanjut perlu dilakukan secara spesifik ke negara-negara yang memproduksi software digital yang canggih dan user friendly, seperti Belanda, perlu menjadi lokasi berikutnya. 

Ketiga, untuk menjaga update pengembangan pengetahuan terhadap preservasi naskah, terutama naskah digital seiring perkembangan teknologi, maka benchmarking ke berbagai negara yang telah mumpuni di bidang konservasi perlu dilakukan secara berkelanjutan paling tidak dua tahun sekali. Dengan demikian, diharapkan Puslitbang LKKMO tidak ketinggalan dalam menangani preservasi naskah digitalnya dan selalu dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh penggunannya. Kementerian Agama diharapkan akan menjadi tumpuan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan naskah digital secara maksimal. (Kendi Setiawan)