Balitbang Kemenag

SMPN 2 Ende Beri Layanan Pendidikan Agama Tanpa Diskriminasi

Ahad, 22 Oktober 2017 | 15:30 WIB

SMPN 2 Ende Beri Layanan Pendidikan Agama Tanpa Diskriminasi

Ende, Flores, NTT (Foto: Wikipedia)

Jakarta, NU Online
Layanan pendidikan agama di sekolah yang sesuai dengan agama peserta didik merupakan amanah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003. Layanan pendidikan agama harus diberikan oleh guru yang seagama dengan agama siswa. Sayangnya praktik layanan agama di sekolah di masyarakat masih ada pihak-pihak yang keberatan dalam pelaksanaanya. Tentu saja ini perlu mendapat perhatian negara terkait dengan hak-hak warga negara untuk mendapatkan layanan pendidikan agama sesuai dengan agama siswa. 

Kajian ini ingin melihat nuansa implementasi Undang-undang tersebut sekaligus kreativitas yang terjadi pada konteks masyarakat umat beragama tertentu. Daya dukung sosial dan budaya sangat menentukan di dalam pelaksanaan Undang-undang tersebut. Karenanya memahami konteks sosial dan budaya sekaligus proses yang terjadi dalam implementasi isi perundangan menjadi kajian yang menarik untuk dilakukan. Dalam konteks ini, kajian ini akan mengambil konteks sosial masyarakat Flores Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Kabupeten Ende sebagai Pusat Keuskupan di Provinsi tersebut.

Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) diketahui sebagai daerah dengan penduduk yang mayoritas beragama Katholik. Jumlah mayoritas Katholik tidak hanya di Pulau Flores, tetapi di tingkat Provinsi pemeluk Katholik juga memiliki jumlah penganut yang terbanyak, yaitu 56,28 %. Di tingkat provinsi prosentase umat beragama secara berturut-turut Katolik (56,28 %), Protestan (34,21 %) dan Islam (9,28 %). Kenyataan ini menarik perhatian untuk dilihat praktik  layanan pendidikan agama pada sekolah di wilayah Pulau Flores.

Tahun 2016 Balitbang Diklat Kemenag melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui salah satu model layanan pendidikan agama di sekolah, khususnya layanan pendidikan terhadap pemeluk agama minoritas. Penelitian ini merupakan pelaksanaan dari jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi kasus. Sebagai kasus ditentukan pada lembaga pendidikan SMP N 2 Ende.   

Penelitian ini awalnya ingin mencari kasus pada lembaga pendidikan swasta yang berlatar belakang agama mayoritas setempat. Namun karena sekolah swasta yang berlatar belakang Katholik sesuai dengan agama mayoritas di Ende mengeluarkan kebijakan bahwa siapapun yang menimba ilmu di lembaga pendidikan tersebut harus menandatangani surat pernyataan kesediaan tidak menerima layanan pendidikan agama non Katolik, maka penelitian ini menyasar pada lembaga pendidikan berstatus negeri. Berikut beberapa penemuan dari penelitian tersebut.

Konteks sosial masyarakat Ende ada sekitar 75 % anak usia pendidikan dasar dan menengah yang menempuh pendidikan di Sekolah Katholik. Karena ada kebijakan bahwa di sekolah Katholik tidak memberikan layanan pendidikan agama kepada semua agama, maka terdapat banyak anak yang belum mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama siswa.

Pada sekolah berstatus negeri, layanan pendidikan agama sesuai dengan agama siswa sudah mulai dilaksanakan. Contohnya pada SMP 2 N Ende dalam rangka mendukung layanan pendidikan agama sesuai dengan agama siswa, lembaga pendidikan tersebut mencoba merintis tempat ibadah bagi Katholik dan Muslim.

Ada sekolah swasta berlatar belakang Islam, yaitu sekolah Muhammadiyah yang muridnya banyak beragama Katolik dan Kristen yang tetap mendapatkan layanan pendidikan agama sesuai dengan agama siswa.

Dari kenyataan di atas, terdapat beberapa hal yang direkomendasikan dalam layanan pendidikan agama, yaitu setiap sekolah hendaknya memberikan layanan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik. Kemudian sekolah yang berlatar belakang agama hendaknya tidak mewajibkan untuk mempelajari agama yang bukan peserta didik anut. (Kendi Setiawan)