Salah satu tantangan yang sedang dihadapi dunia penelitian dan akademisi terutama dalam bidang keagamaan adalah minimnya naskah klasik yang terdokumentasi dengan baik. Akibatnya, para peneliti dan akademisi hingga pembuat kebijakan kesulitan untuk menemukan kekayaan khazanah keagamaan di masa lalu untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
Berangkat dari keadaan demikian, pendokumentasian terhadap hasil kekayaan intelektual di masa lalu menjadi sangat penting dilakukan. Proses inventarisasi selanjutnya perlu dikembangkan dalam bentuk digital, sehingga memudahkan setiap orang memnafaatkan kekayaan tersebut dengan cara yang lebih kontekstual.
Tantangan tersebut yang hendak dijawab oleh Kementerian Agama melalui Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, Badan Litbang dan Diklat dengan melakukan penelitian inventarisasi dan digitalisasi naskah klasik keagamaan di wilayah Sumatera yakni Aceh, Sumatera Barat dan Lampung pada tahun 2018 lalu.
Tiga wilayah tersebut dipilih karena: pertama, Aceh sebagai wilayah bekas kesultanan dan pusat penyebaran Islam pertama dikenal sebagai wilayah yang kaya akan peninggalan naskah keagamaan. Aceh menyimpan banyak naskah peninggalan para ulama dan bangsawan masa lalu. Beberapa katalog yang telah diterbitkan menunjukkan betapa kayanya khazanah naskah Aceh.
Sebut saja Katalog Dayah Tanoh Abe yang memperlihatkan naskah keagamaan yang disimpan di Dayah Tanoh Abe yang menjadi pusat pengajaran Islam hingga saat ini. Katalog Ali Hasjmy juga menunjukkan betapa kayanya khazanah naskah keagamaan di wilayah Aceh. Keberadaan kedua katalog tersebut memungkinkan masih adanya naskah-naskah keagamaan yang belum didata keberadaannya dalam bentuk katalog.
Kedua, selain Aceh, wilayah lain yang dikenal kaya dengan peninggalan naskah keagamaan adalah Sumatera Barat. Sumatera Barat dengan mayoritas penduduknya yang beretnis Minangkabau adalah salah satu wilayah di Pulau Sumatera yang mempunyai koleksi naskah yang banyak dan beragam. Dari ratusan naskah yang telah diidentifikasi, jumlah naskah keislaman sangat mendominasi.
Hal ini membuktikan bahwa Minangkabau di masa lampau pernah memainkan peran intelektual yang signifikan. Aktivitas keilmuan Islam Minangkabau telah meninggalkan kekayaan intelektual yang tersimpan di berbagai lokasi, seperti surau, rumah gadang, dan pribadi-pribadi.
Dari berbagai lokasi yang telah dilacak oleh peneliti sebelumnya, surau merupakan tempat yang banyak menyimpan koleksi naskah. Hampir semua naskah yang telah diidentifikasi oleh filolog berasal dan atau tersimpan di surau.
Di masa lalu, bagi Suku Minangkabau, surau tidak hanya tempat mengaji saja seperti kita kenal saat ini. Akan tetapi surau merupakan merupakan institusi pendidikan agama yang bersifat tradisional yang menjamur. Ia juga menempati posisi penting dalam konteks masyarakat adat Minangkabau, seperti berperan sebagai tempat transmisi keilmuan.
Proses belajar mengajar antara anaksiak (santri) dengan tuanku syaikh (guru) memungkinkan surau sebagai skriptorium naskah-naskah keagamaan. Naskah-naskah ini kemudian terwariskan kepada generasi masa kini meskipun surau-surau yang memainkan peran penting tersebut tidak lagi ada.
Ketiga, wilayah Lampung, memiliki kondisi yang berbeda dengan dua wilayah sebelumnya. Lampung tidak dikenal sebagai wilayah yang banyak menghasilkan naskah keagamaan. Namun demikian, melihat letak geografisnya yang strategis dan minimnya kajian naskah yang dilakukan, maka wilayah Lampung dipertimbangkan menjadi salah satu lokasi penelitian ini.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian pada tiga lokasi penelitian Aceh, Sumatera Barat dan Lampung, naskah keagamaan yang berhasil didata berjumlah 117 dengan rincian 22 naskah dari Aceh, 63 naskah dari Sumatera Barat, 32 naskah dari Lampung.
Naskah keagamaan yang berhasil didata dan dideskripsikan di wilayah Aceh seluruhnya difokuskan pada naskah koleksi Tarmizi Abdul Hamid seorang kolektor naskah yang sudah dikenal di dunia pernaskahan. Sedangkan di wilayah Sumatera Barat naskah yang didata merupakan koleksi pribadi dan sebagian masih tersimpan di surau-surau. Untuk wilayah Lampung, naskah yang didata difokuskan pada naskah koleksi Museum Negeri Lampung.
Sementara itu, tema 117 naskah yang didata sangat beragam, mulai dari naskah Al Qur’an, Tauhid, Tarekat, Fiqih hingga doa doa dan mujarobat
Penelitian ini melahirkan dua rekomendasi. Pertama, beragamnya tema naskah keagamaan yang ditemukan menunjukkan bukti adanya transmisi pengetahuan keislaman yang pernah terjadi pada masa lalu. Oleh karena itu, perlu kiranya inventarisasi lebih lanjut dari penelitian naskah keagamaan.
Kedua, rentannya kondisi naskah yang ditemukan perlu perhatian dari berbagai pihak untuk turut serta melakukan konservasi dan preservasi agar dapat menyelamatkan keberadaan naskah di berbagai daerah.
Dengan hasil dan rekomendasi tersebut, diharapkan Inventarisasi dan Digitalisasi Naskah Klasik Keagamaan di Indonesia semakin lengkap sehingga bermanfaat bagi masyarakat khususnya akademisi, peneliti, para pengambil kebijakan dan stakeholder yang lain. (Ahmad Rozali/Kendi Setiawan)