Penyederhanaan Amdal dalam UU Cipta Kerja Dinilai Lemahkan Perlindungan Lingkungan
NU Online · Selasa, 21 Oktober 2025 | 16:30 WIB
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Uji materi ini diajukan oleh Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang menilai sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja berpotensi melemahkan perlindungan lingkungan hidup.
WALHI berpendapat bahwa penyederhanaan analisis dampak lingkungan (amdal) berpotensi mengabaikan perlindungan lingkungan. Terutama dengan adanya kelonggaran persyaratan lingkungan hidup bagi pelaku usaha dalam UU Cipta Kerja tersebut, berpotensi menimbulkan hal negatif yang mengancam keadilan bagi generasi mendatang.
"UU Cipta Kerja tersebut justru mendegradasi izin lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan sebagai syarat perizinan berusaha, dan tidak mewajibkan semua kegiatan berusaha mendapatkan 'izin', tergantung pada risiko yang prasyaratnya tidak memiliki penjelasan untuk menjawab persoalan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup," jelas WALHI pada sidang sebelumnya.
Sidang kali ini digelar untuk mendengarkan dua ahli dari pemerintah. Dalam kesaksiannya, mantan Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro, Dwi Purwantoro Sasongko, menjelaskan bahwa proses penyusunan Amdal kini lebih sederhana, tetapi tetap mempertahankan fungsi ekologis.
Ia menjelaskan bahwa perubahan istilah dari "izin lingkungan" menjadi "persetujuan lingkungan" diiringi dengan penguatan melalui aturan teknis dan integrasi sistem, termasuk melalui aplikasi Amdalnet dan Sistem Online Single Submission (OSS). Proses yang dulunya berjenjang kini dapat berjalan paralel untuk memangkas waktu.
“Bahkan untuk SPPL yang terintegrasi dengan NIB, UKL-UPL untuk kegiatan Tingkat Risiko Rendah dan Risiko Menengah Rendah dapat dieksekusi secara real time karena sudah tersedia standar umum dan standar spesifik yang lengkap dan terintegrasi dalam Sistem Amdalnet dan Sistem OSS,” tegasnya di Gedung MK RI, Jakarta Pusat, pada Senin (21/10/2025) lalu.
Satu saksi dari pemerintah, Bambang Hendroyono dari Universitas Brawijaya menekankan bahwa meski istilah berubah, perlindungan lingkungan tetap dijaga. Ia mengungkapkan bahwa perubahan terjadi tak lagi menggunakan izin lingkungan tetapi menjadi persetujuan lingkungan, artinya terintegrasi dengan perizinan berusaha dan dikawal dengan sistem informasi Amdalnet.
“Oleh karena itu, perubahan terjadi tak lagi menggunakan izin lingkungan tetapi menjadi persetujuan lingkungan, artinya terintegrasi dengan perizinan berusaha dan dikawal dengan sistem informasi Amdalnet dan SLA menjadi terintegrasinya dari sebuah perubahan terminologi IL ke persetujuan lingkungan,” jelasnya.
Sementara itu, saksi pemerintah, Dosen Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro, Ika Bagus Priyambada menyatakan bahwa pelibatan masyarakat masih tetap berlangsung, meskipun dengan penyesuaian aturan baru. Ia menjelaskan bahwa konsultasi publik kini melibatkan masyarakat terdampak langsung, LSM, dan pemerhati lingkungan.
“Berdasarkan pengalaman saksi secara prinsip tidak terdapat perbedaan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelibatan masyarakat dalam penyusunan amdal baik sebelum dan sesudah berlakunya UU Cipta kerja yang secara rinci diatur dalam PP 22/2021," jelasnya.
Terpopuler
1
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
2
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
5
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
6
KH Said Aqil Siroj Usul PBNU Kembalikan Konsesi Tambang kepada Pemerintah
Terkini
Lihat Semua