Daerah

Bahaya Tanazu atau Saling Membantah

Sabtu, 16 Januari 2021 | 15:00 WIB

Bahaya Tanazu atau Saling Membantah

Tanazu’ ini bermakna berselisih atau saling membantah yang tidak argumentatif.

Sumenep, NU Online 
Qonun Asasi adalah pokok pikiran, pendirian, dan pedoman dasar bagi perjalanan Organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Oleh karena itu, hal ini penting diketahui oleh segenap Nahdliyin agar pengetahuan ke-NU-an semakin terasah serta dapat memahami secara garis besar ide dan gagasan pokok yang dicanangkan oleh muassis NU KH M Hasyim Asy’ari.

 

Atas kesadaran pentingnya mengetahui secara lebih mendalam terhadap Qanun Asasi ini, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Pragaan, Sumenep melakukan kajian rutin Qanun Asasi. Seperti pada Jumat (15/1) malam, kegiatan ini dipusatkan di aula MWCNU Pragaan.

 

Kajian rutin kali ini telah sampai pada pembahasan surat Al-Anfal ayat 46 yang artinya artinya, "Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar."

 

KH Asy'ari Khatib menjelaskan tentang bahaya sikap tanazu'. Tanazu’ ini bermakna berselisih atau saling membantah yang tidak argumentatif. Menurutnya, bukan pepesan kosong ayat ini menjadi penggalan serius yang diletakkan di Qanun Asasi NU. Karena pada dasarnya ayat ini bergandengan dengan ayat sebelumnya soal etika bertemu musuh, tapi hanya ayat ini yang dicantumkan dalam Qanun Asasi. Dengan lamat ini, sepertinya KH M Hasyim Asyari ingin menegaskan, bahwa bukan perbedaan yang membuat NU hilang kekuatannya, tapi sikap karena sikap tanazu'.


"Perbedaan pendapat itu sangat manusiawi, lebih-lebih di NU. Tapi bukan itu yang berbahaya, melainkan tanazu', berselisih dan berbantahan yang tidak perlu. Itulah yang akan menghilangkan kekuatan kita," ujar Wakil Ketua MWCNU Pragaan tersebut.


Bahkan kata 'watad-haba rihukum', oleh sebagian ulama diartikan dengan ‘kekuasaan kalian akan hilang’. Kekuasaan sekalipun, kalau dijalani dengan tanazu', maka akan goyah.

 

"Kata Plato, segenggam kekuasaan jauh lebih berharga dari beribu keranjang kebenaran. Karena kekuasaan memiliki power untuk membangun peradaban. Maka jangan bangun dengan sikap tanazu'," harapnya.

 

Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep tersebut menambahkan, kekuatan Islam Indonesia atau Islam Nusantara yang sedang mengemuka di NU saat ini, haruslah dijalani dengan tidak saling berselisih, tidak saling berbantahan. Hal ini agar dapat menjadi power yang menggetarkan dunia.

 

Ia pun kemudian mengutip dawuh Gus Bahauddin Nur Salim, bahwa Islam Indonesia itu bagaikan padi, ikut angin tapi tak patah. Berbeda dengan Islam di Arab yang diibaratkan seperti batang kurma, kokoh membentur angin.

 

 
"Menghadapi perbedaan itu kita harus hadapi dengan sabar. Karena suatu perjuangan akan menemukan ujung bahagia jika selalu bersamaan dengan kesabaran," ujarnya.

 

Senada dengan hal itu, Kiai Dardiri juga menyampaikan, bahwa ayat ini mengisyaratkan kita bahwa langkah NU defensif alias bertahan. Bukan ofensif atau menyerang menghadapi musuh.

 

"Contohnya seperti kisah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur saat dilengserkan. Seharusnya Gus Dur ini marah atas beberapa hal yang diperlakukan kepadanya. Tapi justru ia mengambil langkah defensif, semata agar tak terjadi pertumpahan darah," ujar mantan Ketua LPBHNU Sumenep ini. 

 

Penulis: A Habiburrahman
Editor: Kendi Setiawan