Adalah sebuah kebahagiaan melihat orang yang dicintai meninggal dalam keadaan tetap iman dan Islamnya dan terlebih meninggal dalam keadaan khusnul khatimah
Muhammad Faizin
Kontributor
Pringsewu, NU Online
Suatu waktu, malaikat pencabut nyawa telah melaksanakan tugasnya mengambil nyawa seorang anak manusia. Kemudian malaikat menyampaikan hal tersebut kepada Allah SWT. Kemudian Allah SWT bertanya pada malaikat tentang apa yang diucapkan oleh orang tuanya dan orang-orang yang ditinggalkan. Malaikat menjawab: “Ia memujiMu (mengucap Alhamdulillah) dan beristirja (mengucap Innalillahi wa inna ilaihi rajiun)”.
Mengetahui jawaban tersebut, Allah memerintahkan malaikat untuk membangunkan rumah di surga untuk mereka yang sedang ditimpa musibah kemudian mengucapkan ‘Alhamdulillah dan Innalillahi wa inna ilaihi rajiun”. Rumah itu diberi nama Baitul Hamdi (rumah pujaan).
Inilah kisah yang disampaikan Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Pringsewu, Lampung KH Sujadi yang diambil dari sebuah hadits Nabi Muhammad SAW dari Abu Musa al-Asyari RA yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi.
“Kira-kira ada nggak di zaman sekarang orang yang dicintainya meninggal dunia kemudian dia mengucapkan Alhamdulillah dan Innalillahi?,” tanyanya pada Kajian Tafsir Al-Qur’an, Selasa (2/2) yang dilaksanakan rutin setiap pagi secara virtual tersebut.
Kajian Tafsir virtual oleh Bupati Pringsewu yang juga disiarkan langsung melalui Radio Nada Ummat
Menurutnya, jika hal ini tidak didasarkan pada pengetahuan dan keilmuan agama yang mendalam, maka akan menjadi hal yang aneh dalam masyarakat dan menimbulkan pertanyaan. Padahal tindakan tersebut memiliki dasar yakni dari hadits Nabi Muhammad SAW.
“Mengucapkan Innalillahi menunjukkan bahwa semua milik Allah dan akan kembali padaNya. Memuji Allah SWT dengan Alhamdulillah karena bisa melihat langsung bahwa orang yang dicintainya meninggal dalam keadaan baik,” jelasnya.
Adalah sebuah kebahagiaan melihat orang yang dicintai meninggal dalam keadaan tetap iman dan Islamnya dan terlebih meninggal dalam keadaan khusnul khatimah mengucapkan kalimat tauhid “La ilaha illallah”.
“Kalau dalam saat musibah mengucapkan Innalillah sudah biasa. Sanggup nggak kira-kira kita mengucapkan Alhamdulillah ketika dalam keadaan duka?,” tanya Kiai yang juga Bupati Pringsewu ini.
Menurutnya, tingkat ketauhidan seseorang sudah berada dalam level tinggi jika dalam musibah mampu dengan sepenuh hati mengucapkan pujian kepada Allah SWT. Termasuk ketika dalam situasi yang penuh dengan kemaksiatan, tanpa ada suasana agamisnya sama sekali, seseorang mampu beribadah dan memegang prinsip keagamaan, maka keimanannya akan sangat spesial sekali.
Sehingga menurutnya jika seseorang sudah mampu melawan kondisi dengan tetap memegang prinsip dan mempertahankan pendiriannya, maka ia termasuk orang yang sudah mampu mempertahankan eksistensi dirinya sendiri.
Ia mencontohkan jika biasanya orang menghafalkan sesuatu membutuhkan tempat yang tenang dan sunyi, namun jika ia berhasil menghafalkan sesuatu ditempat yang tidak kondusif seperti dalam keramaian, maka ia termasuk orang istimewa dan memiliki hafalan yang berkualitas.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aryudi AR
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua