Jakarta, NU Online
Guna menjaga keberlangsungan warisan kearifan tradisi dalam memuliakan bulan Muharram atau Sura, Pesantren Kaliopak Yogyakarta menggelar serangkaian acara yang dikemas dalam 'Bangkitnya Sura Kami'.
Ketua Panitia 'Bangkitnya Sura Kami', M Lutfi Firdaus mengungkapkan, agenda tersebut merupakan representasi dari wujud rasa syukur kepada Allah Swt, sekaligus representasi dari ide, gagasan serta etos umat Islam dalam menjaga syariat Kanjeng Nabi Muhammad.
Menurut Firdaus, tahun Hijriah yang disandarkan pada peristiwa hijrahnya Kanjeng Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M diawali dengan bulan Muharram. Di dalam bulan Muharram terjadi peristiwa-peristiwa besar, seperti diselamatkannya nabi Musa dari kejaran raja Fir’aun, keluarnya Nabi Yunus dari perut ikan paus, disembuhkannya derita penyakit Nabi Ayub, dan masih banyak lainnya.
"Peristiwa-peristiwa itu menunjukkan tanda-tanda kebesaran Allah Swt dan signifikansi bulan Muharram bagi kehidupan keagamaan umat Islam, sehingga dalam bulan tersebut umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunah dan memperbanyak amal ibadah," kata Firdaus dalam siaran pers yang diterima NU Online, Sabtu (7/9).
Firdaus menyebutkan dalam kalender Sultan Agungan bulan Muharram disebut sasi Sura. Masyarakat Jawa memiliki banyak ragam tradisi untuk menyambut dan memuliakan bulan Sura ini. "Seperti halnya warga masyarakat Yogyakarta yang setiap malam 1 Sura mengikuti laku tapa bisu mengelilingi tembok Keraton Yogyakarta dan paginya diadakan upacara Grebeg Suro," imbuhnya.
Upacara -upacara yang dilaksanakan masyarakat Jawa merupakan wujud apresiasi atas keutamaan bulan Muharram. Inti dari ritus tersebut sebagai sarana untuk memupuk keimanan sekaligus menciptakan ruang sosialisasi sesama manusia.
Rangkaian 'Bangkitnya Sura Kami' diadakan dengan gelaran doa untuk keselamatan dan kebanggkitan umat Islam dalam menghadapi terjangan arus zaman dengan seluruh dinamikanya yang menantang. Acara pembukaan rangkaian acara dilaksanakan hari ini Sabtu (7/9) dengan Gelar Pameran Seni Rupa Lir-ilir yang dimeriahkan dengan parade musik shalawat dan pembacaan puisi.
Kemudian, di setiap akhir pekan diadakan ragam kegiatan seperti sarasehan dan diskusi dengan tajuk Islam Berkebudayaan. "Adapun acara puncak dilaksanakan pada Sabtu tanggal 28 September 2019 dengan pagelaran wayang kulit lakon Jumenengan Parikesit oleh Ki Dalang Sigit Wahyu Saputro," tutur Firdaus.
Menurutnya, pagelaran wayang ini sebagai penanda ditutupnya rangkaian kegiatan bulan syiar Muharam 1441 H. Suluruh kegiatan ini dilaksanakan di Komplek Pondok Pesantren Kaliopak, Klenggotan RT 04, Srimulyo, Piyungan, Bantul.
Red: Kendi Setiawan