Semarang, NU Online
Mengenalkan Al-Qur’an kepada anak sejak usia dini disebut sebagai cara utama membentuk anak shalih atau shalihah. Namun demikian, perlu pendekatan khusus agar mereka yang masih belia bisa merengkuh kemampuan tersebut.
Penegasan disampaikan Kiai Agus Romadhan saat memberikan sambutan pembukaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Tahfidzul Quran Permata Bunda, Ahad (14/7). Lokasnya berada di Desa Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah.
PAUD Tahfidzul Quran Permata Bunda merupakan kerangka Pondok Pesantren Durrotu Ahlissunnah wal Jamaah dalam mengembangkan pesantren. Terlebih para santri memiliki latar belakang pendidikan sebagai mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang dikenal banyak mencetak tenaga pendidik andal.
"PAUD ini diberi nama Tahfidzul Quran, namun bukan berarti setiap anak yang sekolah di sini menghafalkan Al-Qur’an," katanya. Namun kurikulum belajar membaca masuk sebagai mata pelajaran, bukan sekadar ektra atau pelajaran tambahan, lanjutnya.
Dia menjelaskan, hal yang perlu diketahui bahwa mendidik anak dengan Al-Qur’an juga harus memperhatikan latar belakang sekolah dan guru. "Di sini semuanya jelas, guru yang mengajar hafal Al-Qur’an atau setidaknya masih proses menghafalkan," ungkapnya.
Durrotun Ma'rufah mengemukakan, pendidikan anak usia dini sebagai sarana pembentukan karakter. Hal ini menekankan pembiasaan anak-anak dengan cara pendampingan sambil belajar.
“Saat anak didik dalam PAUD dibiasakan pada pola hidup yang islami dengan karakter norma agama, seni, sosial, kognitif dan bahasa,” kata kepala sekolah PAUD Tahfidzul Quran Permata Bunda ini .
Selama berada di sekolah ini, anak dilatih untuk mandiri dengan belajar tanpa ditunggui orang tua. “Kita berikan toleransi dua atau tiga hari," jelasnya.
Dalam pembelajaran Al-Qur’an, gadis 22 tahun yang mengambil jurusan PG PAUD Unnes ini menggunakan pendekatan dengan metode gerakan. Menurutnya, seorang anak lebih mudah mengingat dengan cara menirukan gaya.
Karena itu selama berada di PAUD ini, anak-anak diajari praktik sentra belajar mengaji dengan tanpa harus bisa membaca. “Mengenalkan Al-Qur’an dengan metode gerakan per kata agar mudah diingat dan ditirukan. Seorang anak harus mendapatkan sesuatu yang konkret. Jadi dengan menangkap secara visual sebagai sarana membantu mempemudah mengingat," jelasnya.
Untuk memperhatikan seberapa jauh anak didik telah memahami atau menghafal, tim guru telah mempersiapkan berbagai permainan. “Saat ini, sejumlah 20 anak sudah terdaftar dengan pembagian 1 kelas yang terdiri dari 8 anak dengan 2 orang guru,” pungkasnya. (Rifqi/Ibnu Nawawi)