Pada umumnya, pondok pesantren sudah tidak asing dengan budaya munadoroh, syawir, bahsul masail atau sejenisnya. Inti dari semua istilah itu seperti berdiskusi pada umumnya guna memecahkan masalah. Biasanya dalam diskusi akan muncul argumen yang beragam dari sebuah topik yang menjadi bahan diskusi.
Santri dituntut bisa menguasai budaya-budaya ini dengan aturan-aturan yang diajarkan di pesantren melalui sejumlah literatur klasik. Misalnya dalam hal berargumen, santri harus bisa mengungkap sebuah pendapat yang dilandasakan dengan referensi yang jelas. Alias tidak sembarangan berargumen.
“Sebaiknya dalam berargumen saat diskusi haruslah diangen-angen, dipikir-pikir sebelum diutarakan dalam menjawab sebauh soal. Karena dengan berpikir-pikir dahulu sebelum menyampaikan pendapat akan memcegah berbuat jelek,” ungkap H M Basithur Rijal dalam pengajian Ta’limul Muta’alim di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Sabtu petang (12/10).
Budaya diskusi sangat dianjurkan dalam Islam, lantaran sudah berlangsung lama, dan seringkali dilakukan oleh banyak kalangan untuk mendapatkan solusi yang dinilai terbaik.
“Nabi saja sering berdiskusi dengan para sahabatnya. Apalagi kita yang bukan tingkatan apa-apa manusia biasa dan hanya seorang pelajar,” katanya memberi semangat.
Mengutip dari Ta’limul Muta’alim pada bab metode munadoroh atau diskusi, ia menjelaskan, bahwa tidak diperkenankan mengaburkan jawaban, atau menjawab dengan cara bertele-tele sehingga membingungkan lawan bicara. Apalagi hal itu disengaja untuk membuat lawan kalah.
Namun, lanjut dia, jika dalam suatu diskusi keluar dari tujuan utama, yakni mencari jawaban terbaik, maka diperbolehkan mengutarakan jawaban yang mengaburkan topik. Misalnya berdiskusi hanya untuk mencari kesalahan satu sama lainnya.
Ada banyak manfaat yang akan didapat seseorang tatkala biasa berdiskusi. Di antaranya meningkatkan daya ingatan seseorang. Diskusi ini menurutnya juga bisa dipakai dalam memahami materi pelajaran. “Belajar sendirian daya tangkapnya kurang,” ungkapnya.
Di samping itu, akan memperkaya wawasan seseorang. "Dengan berdiskusi maka wawasan kita akan bertambah banyak, Dan dengan berdiskusi, tanpa disengaja kita sudah mengulang pelajaran,” tambahnya.
Menurut kiai yang kerap diasap Gus Rijal ini, daya nalar seseorang terhadap suatu permasalahan tidaklah sama. Maka untuk mencari benang merah pada sebuah permasalahan adalah diskusi. "Selain itu, dalam kitab ini disebutkan bahwa berdiskusi satu jam lebih baik daripada mengulang pelajaran selama satu bulan," jelasnya.
Kontributor: Siti Aisyah
Editor: Syamsul Arifin