Pringsewu, NU Online
Baik belum tentu benar. Benar belum tentu bermanfaat. Bermanfaat belum tentu tepat disampaikan di ranah publik. Inilah poin penting yang disampaikan Ketua Lembaga Ta'lif wa Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Kabupaten Pringsewu Hasbi Athoillah saat berdiskusi terkait perilaku masyarakat saat ini dalam bermedia sosial, Kamis (7/5).
Fenomena saat ini menurutnya, banyak orang yang tidak mempertimbangkan kebenaran, kebaikan, dan manfaat dari berita yang diterima dan disebarkannya. Banyak masyarakat yang dengan gampangnya menyebar berita, video, dan gambar dari sumber yang tidak kredibel (terpercaya).
"Fenomenanya pingin jadi yang pertama dalam menyebar informasi. Walau dari media abal-abal, dengan gampangnya disebar-sebar tanpa mempertimbangkan kesohihan informasi," katanya.
Gus Atok, sapaan karibnya mengingatkan, dalam menyikapi informasi di media sosial, setiap individu harus menyadari bahwa informasi yang terus membanjiri medsos memiliki dua kemungkinan yakni benar dan salah. Inilah yang pertama kali harus dipertimbangkan dalam membagi sebuah informasi.
"Hoaks bergentayangan di medsos karena orang tidak menimbang benar-salah dan dari mana sumber ia mendapatkan berita. Itu penyebab utamanya," tegasnya.
Apalagi di musim pandemi Covid-19 saat ini di mana orang banyak menghabiskan waktunya di dunia maya. Berbagai hoaks tentang Corona yang dikaitkan dengan ujaran kebencian, politik, agama, semakin banyak beredar.
"Mari kita warnai media sosial dengan konten positif dan tidak gampang menyebar hoaks. Jangan lihat judulnya saja tapi lihat sumber beritanya terpercaya atau tidak," ingatnya.
Medsos dan Kepribadian
Di era digital saat ini, menurut Gus Atok, kepribadian seseorang juga bisa terlihat dari aktivitas yang dilakukannya di media sosial. Jika dulu, seseorang sulit ditebak apa sebenarnya yang ada dalam benak dan pikirannya, saat ini dengan mudah hal itu bisa dilihat dari status dan cara aktivitasnya di dunia maya.
"Saat ini secara tidak langsung, apa yang diposting dan dari mana ia mendapatkan informasi bisa merepresentasikan kepribadian dan pola pikirnya," kata alumni Pesantren Al Falah Ploso, Kediri, Jawa Timur ini.
Ia mengamati seseorang yang baru mengenal platform media sosial akan cenderung aktif memberi komentar, membagi informasi, dan mengupdate status pribadi. Fase inilah akan terbentuk prilaku bermedia sosial.
Jika pada fase ini seseorang tidak didampingi dan 'liar' dalam bermedsos, maka berita yang paling banyak dijumpainya akan membentuk pola pikirnya. Padahal saat ini informasi mayoritas tidak menjadi patokan kebenaran umum.
"Saat ini era post-truth (pasca-kebenaran), kebenaran bisa terkalahkan dengan derasnya informasi tidak benar. Sebagian masyarakat masih minim kemampuan untuk membedakan antara kebenaran dan retorika," katanya.
Fenomena inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi LTNNU sebagai lembaga yang membidangi syiar untuk memberikan pendidikan dan kesadaran khususnya bagi warga NU terkait muamalah dalam bermedia sosial. Oleh karenanya, LTNNU Pringsewu akan memasukkan literasi media menjadi program kerja lembaga yang baru saja dibentuk oleh PCNU Pringsewu ini.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan