Cincau Djoek Fa, Favorit Masyarakat Aceh di Bulan Ramadhan, Simbol Harmoni Muslim dan Tionghoa
Kamis, 6 Maret 2025 | 12:30 WIB

Djoek Fa menunjukkan cincau yang sudah diproduksi dan siap di edarkan, di Kuta Alam, Banda Aceh, Selasa (4/3/2025). (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)
Wahyu Majiah
Kontributor
Banda Aceh, NU Online
Di tengah terik matahari yang menyengat, enam lelaki tampak sibuk di bagian belakang rumah sederhana milik Djoek Fa, ruangan ini disulap Djoek Fa menjadi tempat mengolah cincau. Lima wadah stainless steel berjejer rapi, tiga wadah mengeluarkan gumpalan asap yang mengepul dari rebusan daun cincau.
Sesekali satu orang pekerja tampak menyeka keringat yang membasahi tubuhnya, para pekerja memiliki tugas masing-masing ada yang menjaga api, mengaduk daun cincau, membersihkan ampas, dan menyaring kotoran dari rebusan adonan.
Ini adalah pemandangan sehari-hari di rumah Djoek Fa, pemilik usaha cincau legendaris yang telah berdiri sejak 1965 di Banda Aceh.

Simbol Harmoni Tionghoa dan Muslim di Aceh
Cincau Djoek Fa bukan sekadar minuman pelepas dahaga. Salah satu bahan hidangan penutup ini adalah simbol harmoni antara budaya Tionghoa dan masyarakat Muslim di Aceh. Sejak pertama kali didirikan oleh nenek Djoek Fa, usaha ini telah melewati tiga generasi, bertahan dan berkembang di tengah masyarakat yang mayoritas Muslim.
Setiap hari, ruangan rumah Djoek Fa dipenuhi kaleng-kaleng cincau siap jual. Proses pembuatannya pun tak main-main. Setelah dimasak selama 30 menit, dari wadah pertama cincau di pindahkan ke wadah lainnya menggunakan alat sedot yang dibuat khusus, kemudian adonan cincau dicampur dengan tepung dan diaduk lagi selama 20 menit sebelum akhirnya dituang ke dalam kaleng-kaleng persegi.
Gumpalan asap terus mengepul saat mesin pengaduk berputar, memastikan adonan tercampur sempurna. Satu per satu kaleng diisi dengan ukuran yang sama, siap dijual seharga Rp 25.000 per kaleng.
Cincau buatan keluarga Tionghoa ini telah menjadi favorit banyak orang, terutama saat bulan Ramadhan tiba. Permintaan melonjak drastis, dari biasanya hanya 50 kaleng per hari, mereka harus memproduksi hingga 400 kaleng setiap harinya selama bulan suci.
Menariknya, meski berasal dari keluarga Tionghoa, cincau Djoek Fa justru paling banyak diminati oleh masyarakat Muslim, terutama saat bulan Ramadhan.
"Kalau bulan Ramadhan seperti ini memang banyak permintaan, apalagi di minggu pertama Ramadhan," kata Djoek Fa, Selasa 4 Maret 2025.
Djoek Fa menjelaskan, biasanya para konsumen membeli cincau ini untuk diolah sebagai salah satu menu berbuka puasa atau dijadikan salah satu bahan jualan air berbuka puasa.
Cincau dari usaha Djoek Fa ini telah didistribusikan ke berbagai daerah di Aceh, mulai dari Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Jaya, hingga wilayah Pidie dan Lhokseumawe.
Proses pengemasan dilakukan secara manual oleh Djoek Fa, anaknya, dan enam orang pekerja setianya. Dengan penuh ketelitian, mereka membungkus cincau-cincau itu sebelum dikirim ke tangan konsumen. "Ini bukan sekadar bisnis, ini adalah warisan keluarga," ujar Djoek Fa dengan bangga.
Namun, di balik kesuksesan bisnis ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi Djoek Fa. Kenaikan harga bahan baku menjadi momok yang mengancam kelangsungan usahanya. Bahan baku cincau, yang didatangkan dari Pulau Jawa dan Medan, terus mengalami kenaikan harga. Terlebih lagi, saat bulan Ramadhan, pasokan bahan baku semakin sulit didapat.
"Kita tidak kurangi harga, mau tidak mau harus kita beri tipis sedikit ukuran cincaunya," ujar Djoek Fa dengan nada prihatin.
Djoek Fa mengaku, dirinya tak ingin menaikkan harga cincau yang telah diwariskan dari neneknya. Sebagai gantinya, ia memilih mengurangi volume cincau dalam setiap kemasan. Langkah ini diambil untuk menghindari kerugian yang lebih besar. "Bahan baku semakin mahal, tapi kita harus tetap bertahan," katanya.

Cincau dan Masyarakat Aceh
Sementara itu, cincau Djoek Fa telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Aceh. Rasanya yang khas dan kesegarannya yang khas membuatnya selalu dinanti, terutama saat bulan Ramadhan. Meski harus berjuang melawan kenaikan harga bahan baku dan tantangan ekonomi, Djoek Fa dan keluarganya tetap teguh menjaga warisan ini.
Salah seorang pembeli, Ristia mengaku telah lama menjadi pelanggan Djoek Fa. Apalagi di saat bulan Ramadhan olahan minuman yang melibatkan cincau sering menjadi penghilang dahaga saat berbuka puasa.
"Kita sering beli cincau disini, karena teksturnya lembut jadi cocok di campur dengan minuman apa saja," terang Ristia.
Ristia mengungkapkan, meski dirinya dan pemilik usaha berbeda keyakinan namun dia tak menghiraukan itu. Menurutnya berbeda keyakinan bukan berarti tidak boleh untuk menikmati indahnya rasa cincau milik Djoek Fa.
"Biasanya kalau beli saya bukan hanya untuk dinikmati sendiri saja, tapi juga dibawa pulang ke kampung halaman sebagai oleh-oleh," tutup Ristia.
Terpopuler
1
Kultum Ramadhan: 7 Amalan Spesial di Bulan Ramadhan untuk Pahala Berlipat
2
Kultum Ramadhan: 2 Motivasi untuk Memaksimalkan Ibadah di Bulan Suci
3
Menilik Perusahaan Induk Koperasi BMT NU Ngasem Bojonegoro, Punya Tujuan Berkontribusi kepada Nahdlatul Ulama
4
Kultum Ramadhan: Mari Perbaiki Diri di Bulan Suci
5
Manfaatkan Penyewaan Alat, Kurator PT Sritex Sebut Karyawan yang di-PHK Bisa Kembali Bekerja
6
Sinar Mas Diminta Hentikan Penggusuran Warga Padang Halaban dan Tarik Mundur Aparat
Terkini
Lihat Semua