Daerah

Dalam Urusan Kebangsaan, Kepala Daerah Perlu Mencontoh Dedi Mulyadi

Sabtu, 13 Februari 2016 | 07:58 WIB

Cirebon, NU Online
Cendekiawan Muslim Nahdlatul Ulama Marzuki Wahid menilai, pernyataan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo terkait dengan pentingnya kepala daerah menjadi pelopor kebhinekaan dan pelindung toleransi merupakan sikap yang baik untuk disambut para kepala daerah lain.

Karena itu menurut Marzuki Wahid, kepala daerah di seluruh Indonesia harus menjadikan pesan presiden itu sebagai modal untuk melakukan tindakan-tindakan konkret dalam pencegahan gerakan Islam radikal dan gerakan-gerakan intoleran.

"Pesan presiden itu menandakan ada situasi yang harus direspon secara cepat. Kalau tidak ada persoalan serius di lapangan tentu presiden tidak perlu berpesan karena kebhinekaan dan toleransi merupakan amanat mendasar bagi kepala daerah. Lebih penting lagi, pesan presiden ini cocok untuk kepala-kepala daerah di Jawa Barat," kata Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU ini di Kantor Fahmina Cirebon, Kamis, 11/2/2016.

Dalam pandangan Marzuki, kepala-kepala daerah di Jawa Barat kebanyakan tidak sensitif dengan isu radikalisme dan intoleran, padahal Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang banyak dijadikan aksi-aksi kelompok radikal.

"Kecuali Bupati Purwakarta, (Dedi Mulyadi-red) kepala daerah di Jawa Barat ini tidak punya strategi jitu. Dedi Mulyadi melangkah lebih maju memperjelas dirinya adalah pelindung rakyat, pengawal Pancasila dan secara tegas berani berada di barisan Islam moderat untuk melindungi toleransi dan kebhinekaan. Itu Bupati Dedi Mulyadi patut dicontoh kepala daerah lain,” katanya. 

Ia mencontohkan Sekolah ideologi kebangsaan Pancasila merupakan bukti konkret Dedi Mulyadi. Demikian juga sikap-sikap politiknya yang selalu pro kebhinekaan dan pro toleransi. 

“Dalam urusan kebangsaan, kepala daerah di Indonesia perlu meneladani Dedi Mulyadi," terangnya.

Menurut Marzuki, kepala daerah merupakan pihak yang paling strategis untuk membendung paham radikalisme yang sering menimbulkan kerusakan di masyarakat dengan aksi-aksi politik radikalnya seperti menuduh Bupati Purwakarta sebagai penyebar kemusyrikan, menghasut masyarakat untuk menekan kelompok Ahmadiyah, mengobarkan kebencian terhadap Syiah dan lain sebagainya.

"Gubernur Aher mestinya tegas terhadap kelompok itu. Tapi tampaknya Aher punya cara pandang lain yang entah kenapa kemudian sering membiarkan kelompok-kelompok intoleran seperti FPI, Annas, FUUI bebas berkeliaran di Jawa Barat," terangnya. (Amin/Husain/Mukafi Niam)