Daerah

Fakultas Hukum se-Indonesia Deklarasikan Melawan Korupsi

Senin, 15 Agustus 2005 | 02:25 WIB

Jogja, NU Online
Perang melawan korupsi semakin gencar disuarakan, baik dari organisasi masyarakat, organisasi agama seperti PBNU dan PP Muhammadiyah. Fakultas Hukum di
perguruan tinggi se-Indonesia juga tak mau kalah gencarnya dalam mewujudkan komitmennya untuk bersatu melawan korupsi yang melanda negeri ini. Kamis (11/8) bertempat di Balai Senat Gedung Pusat Universitas Gajah Mada (UGM) mereka mendeklarasikan diri perang melawan korupsi. Deklarasi ini merupakan wujud dukungan terhadap pemberantasan korupsi yang sedang dilakukan oleh pemerintah.

Deklarasi yang dibacakan oleh Ketua Badan Kerjasama (BKS) Fakultas Hukum se-Indonesia Prof Hikmahanto Juwana SH PhD menyatakan ada lima butir dukungan terhadap gerakan anti korupsi yang dilaksanakan pemerintah. Pertama, Fakultas Hukum bertekad dan berkomitemen turut serta memberantas korupsi sebagai gerakan moral. Kedua, sebagai bentuk konsistensi dari gerakan moral, Fakultas Hukum bertekad membersihkan dirinya sendiri dari anasir korupsi, sebelum terlibat jauh dalam perjuangan melawan korupsi.

<>

Ketiga, Fakultas Hukum akan memberikan seruan moral kepada civitas akademik masing-masing agar tidak melakukan tindakan yang intinya menjustifikasi perilaku koruptif. Keempat, sebagai langkah awal Fakultas Hukum akan memfokuskan pada gerakan pemberantasan korupsi di peradilan sebagai entry point strategis penegakan hukum.

Kelima, sebagai tindak lanjut dari komitmen yang lebih riil, akan segera dilakukan konsolidasi dengan pembentukan pusat kajian anti korupsi Fakultas Hukum dengan program kerja yang dapat memberdayakan civitas akademikanya.

Sementara itu, ketua MPR RI Dr Hidayat Nur Wahid dalam sambutanya menyatakan pemberantasan korupsi harus dilakukan dari pimpinan dilevel paling atas. Namun, dia menyakinkan pemberantasan korupsi di Indonesia dapat dilakukan meski membutuhkan waktu yang cukup panjang. Syaratnya, semua unsur dari masyarakat sampai aparat harus saling bekerjasama dalam mewujudkan tujuan tersebut.

Ketua PB NU Hasyim Muzadi dan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin saat menjadi pembicara dalam pertemuan BEM se-Indonesia di kampus UGM menegaskan pemerintah masih bersifat ambivalen dalam menjalankan pemberantas korupsi. Indikatornya, baru koruptor kelas teri yang dimasukkan penjara. Selain, itu pemberantasan korupsi yang digalakkan pemerintah tidak memiliki target dan pendekatan yang komprehensif.

Lebih lanjut, Hasyim Muzadi menegaskan pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan secara sporadis. Melainkan harus dengan gerakan yang terpola, sistemik, dan pendekatan komprehensif. “Selama ini pemberantasan korupsi yang berjalan di Indonesia tidak memiliki pola yang jelas,” kata Pengasuh ponpes Al Hikam Malang itu.(mar)