Sukoharjo, NU Online
Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah dalam waktu dekat akan menerbitkan buku tentang sejarah Babat Tanah Watubonang.
Ketua MWCNU Tawangsari Kiai Wardani mengatakan, makam Eyang Banjaransari berada di Gunung Taruwongso merupakan aset desa yang perlu di uri-uri oleh warga NU Watubonang.
"Kita akan rencanakan Rating NU Watubonang mengadakan acara haul rutin setiap tahun. Jika itu bisa terlaksana sudah bagus," kata Kiai Wardani.
Menurut cerita turun temurun yang berkembang di masyarakat, Ki Ageng Banjaransari merupakan putra dari keturunan Raja Majapahit terakhir Prabu Brawijaya. Ketika kerajaan Majapahit akan runtuh dirinya memilih untuk menenangkan diri bertapa di Gunung Taruwongso.
Saat itu Eyang Banjaransari beranggapan Gunung Taruwongso tempat yang cocok untuk melakukan tapa brata, karena mempunyai pancaran energi yang sangat kuat.
Dalam upaya menenangkan diri tersebut dirinya bertemu dengan Kanjeng Sunan Kalijaga selanjutnya diangkat jadi murid Kanjeng Sunan Kalijaga. Serasa terasa cukup bergurunya, kemudian Eyang Banjaransari diberikan tugas berdakwah di wilayah Sukoharjo dan sekitarnya. Hingga akhir hayatnya sampe dimakamkan di Gunung Taruwongso.
"Untuk kebenarannya, saat ini baru diteliti sejarah tentang eyang Banjaransari oleh tokoh setempat, untuk dibuatkan buku Babat Tanah Watubonang, tetapi sebelumnya kami akan membenahi secara fisik makam Eyan Banjaransari" ujar ketua Ranting NU Watubonang, Ustadz Hari Mokang kepada NU Online, Senin (13/1)
Dalam pertemuan sarasehan tersebut juga ada mauidhah hasanah oleh Ustadz Miftah. Dirinya menyampaikan pentingnya cinta atau mahabbah kepada para ulama salafus shalihin dengan harapan dapat berkumpul dengan beliau-beliau di dunia hingga akhirat.
"Saling rukun dan mengingatkan dalam kebaikan, berdakwah dengan santun agar terjalin ukhuwah islamiah sehingga tercapai Islam rahmatan lil alamin," pungkasnya.
Kontributor: Masri Zaini
Editor: Abdul Muiz