Firdausi
Kontributor
Sumenep, NU Online
Selain Asta Tinggi dan Masjid Agung yang menjadi jejak kebesaran Kerajaan Sumenep, ada juga peninggalan masa lalu yang sampai saat ini tetap terawat, yakni keraton. Sebagaimana dalam filosofinya, keraton menggambarkan bagaimana manusia dilahirkan ke muka bumi sebagai khalifah. Semua manusia akan menjadi pemimpin ataupun ada yang dipimpin adalah fitrah yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt.
Keraton merupakan kediaman resmi para Adipati sekaligus pusat pemerintahan di masa lalu. Dalam catatan sejarah, keraton Sumenep banyak jumlahnya, karena setiap pergantian raja, keraton berpindah-pindah atau tidak menetap. Daerah-daerah yang sempat dijadikan keraton oleh Raja Sumenep adalah Batu Putih, Banasare, Aeng Nyeor, Bluto, Keles, Bukabu, Baragung, Blingi Sepudi, Nyamplong Sepudi, Gapura, Parsanga, Karang Sabu, Karang Toroi, dan terakhir di Pajagalan yang lokasinya di sebelah timur alun-alun Kota Sumenep.
Jika para pelancong berkunjung ke Sumenep, keraton yang masih utuh adalah keraton yang bangun oleh Raden Ayu Rasmana Tirtonegoro dan Raden Tumenggung Tirtonegoro Muhammad Saud (Bindarah Mohammad Saud, Raja ke-30). Di masa kepemimpinan Panembahan Notokusumo Asiruddin atau Penembahan Sumolo (Raja ke-31), ia membangun pintu gerbang, pendopo ageng, keraton dalem dan taman sare. Arsitekturnya adalah seorang warga keturunan Tionghoa bernama Law Piango.
Labang Mesem (Gerbang Tersenyum)
Pintu gerbang keraton disebut labang mesem yang harus dilewati oleh pengunjung sebelum masuk ke bangunan utama keraton. Pintu gerbang ini berarsitektur tajuk tumpang yang berfungsi sebagai tempat memantau segala aktivitas yang terjadi dalam lingkungan keraton, termasuk kawasan taman sare, tempat putri-putri keraton bersenda gurau.
Konon, gerbang keraton dijaga 2 orang prajurit kerdil yang tentu saja memancing senyum dari para pengunjung. Cerita ini didukung dengan adanya bukti berupa pintu masuk ruangan penjaga yang ukurannya kecil. Di bagian atas labang mesem ukurannya cukup rendah, sehingga siapapun yang melewatinya harus menundukkan kepala.
Taman Sare
Untuk keamanan, taman sare dikelilingi tembok tinggi dengan kolam air yang didominasi warna biru. Berdasarkan keyakinan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, ada 3 pintu masuk menuju kolam yang disesuaikan dengan niat para pengunjung. Pertama, diyakini dapat membuat awet muda, dipermudah mendapatkan jodoh dan keturunan. Kedua, diyakini dapat meningkatkan karier dan kepangkatan. Ketiga, diyakini dapat meningkatkan iman dan ketakwaan.
Saat pengunjung masuk di area taman sare banyak yang berebut wudhu menggunakan air taman sare di antara 3 pintu itu. Airnya terasa dingin dan menyejukkan. Tampak di tengah kolam berbagai jenis ikan berenang ke sana kemari, membuat betah para pengunjung menikmati kesejukan taman sare bersama keluarga sambil menyantap makanan dan minuman di gazebo.
Pendopo Keraton
Bentuk pendopo keraton mirip bangunan khas Jawa. Ditopang 10 tiang dengan ornamen motif bunga berwarna merah dan kuning keemasan. Sedangkan atapnya berbentuk limasan sinom yang mencuat seperti kepala naga. Saat dilihat, sepintas mirip bangunan kelenteng China.
Lantai bagian dalam masih asli, terbuat dari batu marmer. Lampu gantung antik menambah cantik ruangan pendopo yang dulu berfungsi sebagai tempat menghadap Adipati.
Mandiasa
Mandiasa adalah sebuah bangunan penghubung antara pendopo dengan keraton dalem. Mandiasa berbentuk lorong terbuka tanpa dinding sepanjang 25 meter dengan astitektur bergaya Eropa.
Keraton Dalem
Keraton dalem terdiri dari 3 lantai. Pintu besar berwarna hitam berbahan kayu jati ada di bagian depan lantai pertama. Pada bagian dalamnya terdapat 4 ruangan dengan fungsi yang berbeda. Tepat di sebelah kanan pintu masuk, terdapat kamar tidur Adipati yang terbuat dari kayu jati setinggi 1 meter dengan ukiran motif bunga. Sedangkan kamar tidur istri Adipati ada di sebelah kiri. Dua kamar berpintu kaca adalah kamar tidur putra putri adipati. Dua kamar ini disakralkan, tidak boleh dimasuki umum kecuali keturunan langsung adipati.
Lantai 2 terdiri dari 3 ruangan yang berisi seperangkat meja dan kursi dengan model yang berbeda. Dahulu kala, lantai 2 keraton dalem berfungsi sebagai tempat pingitan selama 40 hari bagi putri adipati yang akan menikah. Lantai 3 sengaja dibiarkan kosong. Tempat ini penuh misteri. Konon digunakan Panembahan Sumolo sebagai tempat bertafakur dan mendekatkan diri kepada Allah swt.
Benda-Benda Kuno
Jika berkunjung ke keraton, pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai peninggalan-peninggalan kerajaan, antara lain kereta kencana, geranat, gamparan tonggulan, tempat tidur Bindhara Mohammad Saud, wayang kulit, alat-alat makan, bufet almari pendek, dekorasi pengantin, busana kebaya bunga-bungan, busana remi kas kokok, busana kancengan, tempat pemandian jenazah, patung Budha, gerebog, jodang, kerangka ikan paus, berbagai bentuk keramik, guci keramik, dan benda-benda keramik.
Selain itu, juga tersimpan Al-Qur'an berukuran raksasa, keris, tombak, alat-alat keamanan, Al-Qur'an tulisan tangan Sultan Abdurrahman (Raja ke-32), alat kesenian dan musik, perhiasan gelang kaki, perhiasan gelang tangan, konde, kowari. Termasuk juga lemari besar yang diperuntukkan menyimpan pusaka. Juga ada pakingan, kacep, bokor, kecohan, pakaian pengantin, pembakaran dupa, lampu minyak, pedupaan, lemari tenong, begung.
Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua