Jombang, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar mengingatkan kembali pesan pendiri NU, KH Hasyim Asyari tentang bahayanya agama dipegang bukan ahlinya. Pesan itu disandarkan pada hadits yang berbunyi
لَا تَبْكُوا عَلَى الدِّينِ إِذَا وَلِيَهُ أَهْلُهُ، وَلَكِنِ ابْكُوا عَلَيْهِ إِذَا وَلِيَهُ غَيْرُ أَهْلِهِ
Pernyataan ini disampaikan Kiai Marzuki karena masih banyak orang yang tidak memiliki basic keilmuan agama tapi dijadikan pimpinan dalam urusan agama. Hal ini menyebabkan banyak kesalahpahaman dan memecah belah agama.
“Kiai Hasyim Asyari menulis 40 hadits yang berkaitan dengan NU. Nomor duanya yaitu hadits riwayat Imam Thabrani. Jangan tangisi agamamu jika ia masih dikuasai oleh ahlinya. Tangisilah jika ia dikuasai bukan oleh ahlinya,” katanya saat haul ke-42 KH Bisri Syansuri di Pesantren Mambaul Maarif Denanyar, Jumat malam (12/2).
Menurut Kiai Marzuki, hadits tersebut dicantumkan Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy'ari dalam Arba‘îna Hadîtsan bi Mabâdi’I Jam‘iyyat Nahdlatul Ulama. Kitab ini menjadi rujukan wajib bagi Nahdliyin. Agar selamat dari kesalahan dalam beragama dan sesuai tuntunan Nabi Muhammad.
“Siapa orang yang ahli agama? Adalah ulama yang belajar ilmu agama bertahun-tahun, tumbuh dan besar di lingkungan pendidikan agama. Keilmuannya juga teruji bertahun-tahun sehingga bisa dijadikan rujukan,” imbuh kiai asal Malang ini.
Kiai Marzuki menambahkan, di beberapa daerah agama diajarkan oleh seseorang yang hanya belajar agama lewat diskusi saat kuliah. Pertemuan tersebut juga hanya dilakukan seminggu dua kali. Namun sudah berani menyalahkan praktik ibadah dari kelompok lain.
“Di Malang ada yang belajar agama lewat pertemuaan dua kali selama seminggu saat ia kuliah. Lalu panggilannya berubah jadi ikhwan dan akhwat. Lalu menyalahkan praktik ibadah NU. Ini bahaya,” tegasnya.
Kiai Marzuki juga menjelaskan, cara terbaik dan mudah dalam beragama adalah mengikuti para ulama seperti KH Bisri Syansuri. Karena tokoh seperti Kiai Bisri menguasai ilmu agama secara bahasa, teks, dan konteks.
Hal tersebut karena di pesantren pola pendidikan agamanya diajarkan secara terus menerus dan dalam waktu lama. Selain itu, pendidikan agama model ini juga dibimbing dan ditashih langsung oleh ahli agama.
“Kita hidup jauh dari masanya Rasulallah, cara beragama kita mengikuti ulama yang mempunyai kapasitas keilmuan. Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, Insyaallah selamat,” tutupnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin