Daerah BANJIR SUMATRA

Krisis di Pidie Jaya: Pengungsi Sakit, Air Bersih dan Obat Menipis

NU Online  ·  Rabu, 10 Desember 2025 | 19:00 WIB

Krisis di Pidie Jaya: Pengungsi Sakit, Air Bersih dan Obat Menipis

Pengungsi banjir bandang Aceh. (Foto: dok Helmi Abu Bakar)

Pidie Jaya, NU Online

Kondisi korban banjir bandang di Kabupaten Pidie Jaya semakin memprihatinkan. Memasuki hari ke-13 pascabencana, sejumlah warga yang mengungsi mulai terserang penyakit akibat cuaca dingin, sanitasi buruk, serta minimnya fasilitas kesehatan dan logistik.


Ketua GP Ansor Pidie Jaya, Tgk Muhammad Asrizal, menyampaikan keprihatinannya atas situasi tersebut. Ia menegaskan bahwa bantuan kesehatan dan pendampingan medis harus menjadi prioritas karena para pengungsi kini memasuki fase rentan penyakit.


“Kami sangat prihatin. Banyak pengungsi mulai sakit, terutama anak-anak dan lansia. Obat terbatas, posko penuh. Pemerintah harus mempercepat layanan kesehatan dan memastikan bantuan tepat sasaran,” ujarnya, Senin kemarin.


Ia menambahkan bahwa kebutuhan warga saat ini bukan hanya makanan pokok, tetapi juga air bersih, selimut, alas tidur, sanitasi layak, serta tenaga medis yang siaga.


Di Gampong Mesjid, Kecamatan Panteraja, listrik padam setiap malam sejak banjir menerjang pada 26 November lalu. Hingga hari ke-13, sebagian besar warga masih belum menerima bantuan memadai.


Imum gampong, Tgk Ismail, mengatakan bahwa bantuan yang datang sejauh ini sangat tidak seimbang dengan kebutuhan ratusan warga.


“Yang pernah kami terima hanya tiga botol air mineral, satu bungkus mi instan, dan sekitar lima kilogram beras. Itu untuk ratusan kepala keluarga,” ujarnya.


Kesaksian warga menguatkan kondisi darurat tersebut. Andika, salah satu warga kurang mampu, mengaku hanya menerima sedikit sekali bantuan.


“Sejak bencana saya cuma dapat dua kilo beras dan satu bungkus mi instan. Sudah hampir dua minggu kami begini. Anak-anak sering lapar,” tuturnya.


Hal serupa diungkapkan Nurhasni, ibu rumah tangga dari keluarga pekerja harian. Ia mengatakan dapur mereka hampir tidak pernah hidup sejak banjir melanda.


“Yang datang cuma dua are breuh dan saboh Sarimi. Itu saja sampai sekarang. Sudah 13 hari kami masih menunggu,” ucapnya dengan suara bergetar.


Ketua Tastafi Pidie Jaya, Waled Kiran, mengingatkan bahwa kepedulian sosial adalah kewajiban moral dan nilai ajaran agama. “Bencana bukan hanya ujian bagi korban, tetapi juga ujian bagi yang masih diberi kemampuan membantu,” pesannya.


Kini warga hanya berharap agar mereka tidak dilupakan. Di tengah gelap yang turun setiap malam, mereka menunggu secercah harapan berupa bantuan yang cepat, layak, manusiawi, dan merata, sebelum kelelahan berubah menjadi keputusasaan.


============

Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut: filantropi.nu.or.id

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang