Yogyakarta, NU Online
Koordinator Bidang Ekonomi Keluarga Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta, Sholahuddin mengungkapkan, pernikahan pada 2020 sebanyak 1.792.458, sedangkan perceraian menyentuh angka 291.677 kasus, atau 16,27 persen dari jumlah pernikahan itu. Angka-angka ini merujuk pada data Mahkamah Agung RI.
“Tapi kalau kita lihat angka perceraian dari tahun-tahun sebelumnya itu mengalami penurunan, sehingga ini berkah dari pandemi, mungkin dengan banyaknya waktu bersama keluarga, juga akan meningkatkan keharmonisan yang terjadi di rumah tangga,” ucapnya pada webinar bertema 'Literasi Keuangan Syariah Keluarga di Era New Normal', Ahad (11/4).
Akan tetapi, sambungnya, penyebab perceraian di Indonesia paling banyak terjadi pada dua perkara, pertama disebabkan suami istri tidak bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di keluarganya. Kedua adalah problem ekonomi keluarga.
Pada tataran permasalahan ekonomi itu, Sholahuddin membagikan tujuh tips mengelola keuangan keluarga, khususnya di masa pandemi agar tidak menambah angka perceraian. Pertama, tetap tenang dan menerima kondisi dengan ikhlas.
“Bagaimana pun pandemi ini adalah sebuah karunia dari Allah SWT. Dengan kepasrahan tingkat tinggi, kita bisa move on supaya bisa beradaptasi dengan kondisi yang terjadi,” ujarnya.
Kedua, evaluasi sumber pendapatan yang diterima. “Ini penting agar kita bisa mengevaluasi sumber pendapatan kita yang terdampak dari sebelum dan sesudah pandemi, sehingga kita bisa mengalokasikannya dengan benar,” ungkapnya.
Ketiga, mengatur ulang budget pengeluaran. Dalam hal ini, salah satu upayanya adalah tidak menambah cicilan konsumtif. Ia menyarankan agar jangan sampai keluarga itu menambah cicilan baru apabila setelah dikalkulasi tidak bisa melunasi cicilan tersebut.
“Kita evaluasi misalnya ada cicilan KPR, cicilan mobil, motor, dan lainnya, sebaiknya kalau kita tidak mampu, lebih baik lunasi lebih cepat atau hentikan,” sarannya.
Termasuk juga mengenai hutang online, disarankan untuk tidak mengambil keputusan itu karena terlalu banyak resiko yang akan keluarga dapatkan.
Keempat, cek dana darurat untuk bertahan hidup. Dana ini difungsikan untuk menutupi kejadian-kejadian tak terduga seperti PHK, bisnis tidak jalan, dan lain sebagainya.
Dana darurat ini harus dipisah dengan tabungan operasional harian, disarankan membuat tabungan baru agar dana tersebut tidak tercampur. Langkahnya adalah dengan menyisihkan 10 persen dari pendapatan bulanan keluarga sampai tercukupi 6-12 kali pengeluaran bulanan.
“Kalau dana darurat sudah tercukupi, selanjutnya bisa kita alokasikan dana tersebut untuk investasi,” ucapnya.
Kelima, tetap berinvestasi sesuai dengan tujuan keuangan keluarga. Investasi adalah strategi untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang.
“Investasi itu sangat penting dilakukan untuk mengejar inflasi yang ada, seperti pendidikan itu selalu naik sekitar 10 persen tiap tahun. Kalau kita tidak investasi, maka untuk mengejar itu sangat jauh sekali,” tegasnya.
Keenam, proteksi jiwa dan kesehatan. Caranya adalah pengalokasian dana melalui asuransi kesehatan, minimal melalui BPJS Kesehatan. Hal ini diproyeksikan agar keluarga yang sakit bisa terbantu melalui biaya kesehatan tersebut.
“Dengan hanya membayar Rp35 ribu setiap bulannya, meskipun kita tidak sakit, kita bisa meng-cover selama lima tahun ke depan, jadi sangat penting sekali,” sambungnya.
Ketujuh, cari sumber penghasilan tambahan. Hal ini bisa diupayakan dengan usaha-usaha mikro kecil menengah.
“Saya kira di era pandemi ini banyak orang yang terkena imbasnya, sehingga kita harus putar otak bahwa pandemi ini sebagai keberkahan. Banyak sekali cerita-cerita sukses di era pandemi ini seperti usaha tanaman hias, frozen food, dan lain sebagainya yang cukup menggeliat,” tukasnya.
Untuk diketahui, acara ini diselenggarakan PW Fatayat NU DIY bekerja sama dengan Bank Syariah Indonesia dan disiarkan secara virtual via Youtube akun PW Fatayat NU DIY. Hadir pada kesempatan ini Ketua PW Fatayat NU DIY, Khotimatul Husna, Area Manager PT Bank Syariah Indonesia, Nugroho Agung, dan Branch Manager PT Bank Syariah Indonesia, Indarwati.
Kontributor: Ahmad Rifaldi
Editor: Syamsul Arifin