Sidoarjo, NU Online
Pagi itu, Senin (15/7) tampak ratusan peserta didik baru dan lama dijemput para orang tua yang memadati pintu gerbang Madrasah Ibtidaiyah Al-Ahmad, Mojosantren, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur. Madrasah ini beberapa tahun terakhir telah menjadi idaman para orang tua yang mau menyekolahkan putra-putrinya.
Dengan motto Sekolah Berbasis Al-Qur’an, Global dan Lingkungan, lembaga yang tahun ini menerima 4 rombongan belajar tersebut menyedot perhatian warga NU di kawasan Krian, Prambon, Balongbendo dan Wonoayu. Prestasi yang banyak ditorehkan baik secara akademik maupun non akademik, salah satunya juara dua pada ajang pemilihan dai cilik atau Pildacil se-Jatim, menjadi daya tarik tersendiri.
Animo masyarakat yang tinggi, tidak menjadikan pengelola lupa diri. Beberapa hari ini telah dilakukan rapat kerja dewan guru. Dan di hari terakhir ditutup dengan kegiatan pembinaan.
Narasumber yang dihadirkan adalah Sholehuddin, Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Surabaya dan dosen Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo atau Unusida.
Di awal paparannya menyatakan, sudah lama mendengar fenomena Al-Ahmad yang sudah go publik, namun baru kali ini bisa menyaksikan secara langsung.
Bidang Sekolah Unggulan Pengurus Wilayah PW) Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU Jatim itu mengapresiasi tayangan profil lembaga. “Jika dilihat, pembelajarannya sudah mengarah pada pembelajaran kontekstual. Prestasi yang ditorehkan dan aktifitas para guru di masyarakat menjadi modal sosial yang sangat berharga,” kata dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Khoziny, Sidoarjo tersebut.
Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah mengembangkan hard skill dan soft skill para guru. “Agar tetap pada komitmen sebagai guru yang berkarakter dan profesional," tuturnya.
Para guru, papar alumni terbaik 2017 program doktor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya itu, memiliki empat tipologi. Pertama, rendah komitmen namun tinggi aksi.
“Mereka meski terkadang terlambat mengumpulkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP, mengajarnya aktif,” terang pria yang juga Ketua Pengurus Cabang (PC) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sidoarjo itu.
Kedua, rendah komitmen dan rendah aksi. “Ini tipe guru yang sulit berkembang,” sergahnya.
Ketiga, tinggi komitmen, namun rendah aksi. “Mereka biasanya banyak ide, tapi aplikasinya kurang,” jelasnya.
Dan yang keempat, pengajar yang komitmennya tinggi, termasuk aksinya. “Inilah tipe guru yang paling ideal karena gagasan dan aksinya sejalan,” urainya.
Dari hasil tes kepribadian sederhana, ditemukan 11 orang memiliki tipe pertama, nihil tipe kedua, 6 orang tipe ketiga, dan 10 orang tipe keempat.
“Dengan demikian, madrasah ini bisa dikatakan sangat sehat dari sisi ketenagaan karena memiliki modal sumberdaya yang bisa dikembangkan,” jelasnya. Salah satu sikap yang harus dikembangkan adalah berpikir positif, berpikir organisasi, dan berpikir di luar kebiasaan, lanjutnya.
Sebelumnya Ketua PC LP Ma'arif NU Sidoarjo H Misbahuddin telah memberikan kata sambutan, sekaligus menyampaikan berbagai isu terbaru terkait pengembangan sekolah dan madrasah. Turut hadir Ketua Komite MI Al Ahmad. (Ibnu Nawawi)