Daerah

Pesantren Nur El Falah Serang Latih Santri Kelola Sampah Melalui Aplikasi Bank Sampah

NU Online  ·  Kamis, 6 November 2025 | 18:00 WIB

Pesantren Nur El Falah Serang Latih Santri Kelola Sampah Melalui Aplikasi Bank Sampah

Santri Pondok Pesantren Nur El Falah di Kabupaten Serang, Banten sedang menimbang sampah untuk dikelola melalui bank sampah. (Foto: dok Pesantren Nur el Falah Serang, Banten)

Jakarta, NU Online

Pondok Pesantren Nur El Falah di Kabupaten Serang, Banten berinovasi dalam mengelola sampah melalui program Bank Sampah Pesantren. Para santri dibiasakan memilah sampah, mengolahnya, dan menabung hasilnya melalui aplikasi bank sampah umat.


Pengasuh Pondok Pesantren Nur El Falah, KH Ahmad Yury Alam Fathallah menyampaikan bahwa inisiatif pengelolaan sampah di pesantrennya berawal dari keresahan bersama para pengurus pada tahun 2022.

 

Saat itu, Kabupaten Serang menjadi satu-satunya kabupaten di Banten yang belum memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Akibatnya, pesantren harus mengeluarkan biaya cukup besar untuk membuang sampah.


“Awalnya muncul keresahan kami sebagai pengelola. Tahun 2022, Kabupaten Serang satu-satunya di Banten yang belum punya TPA. Setiap bulan kami harus membayar sekitar satu setengah juta hingga dua juta rupiah untuk mengangkut sampah ke TPA di luar kabupaten,” ujar kepada NU Online, Kamis (6/11/2025).


Melihat kondisi tersebut, pesantren berinisiatif membuat sistem pengelolaan sampah terpadu yang melibatkan seluruh santri. Setiap santri dibiasakan memilah sampah yang terdapat 33 jenis sampah yang dapat dipilah. Edukasi dilakukan secara rutin, baik dalam kegiatan belajar di kelas maupun saat pengajian.


“Santri kami biasakan memilah sampah sejak awal. Ketika di kelas atau di waktu mengaji, kami selalu sisipkan pembelajaran tentang pentingnya menjaga kebersihan dan mengenal jenis-jenis sampah,” ujar Kiai Yury.


Sampah yang terkumpul, kemudian dipilah menjadi organik dan anorganik. Sampah organik seperti sisa makanan diolah menggunakan maggot, yaitu larva lalat Black Soldier Fly, yang rakus memakan limbah organik. Hasil olahan maggot tersebut dimanfaatkan sebagai pakan ikan lele yang dibudidayakan di kolam pesantren.


“Sisa nasi, sayur, dan kulit buah menumpuk di ember besar, dulu hanya dibuang gitu saja. Sekarang kami olah melalui maggot,” katanya.


Sedangkan, sampah anorganik seperti plastik, botol, kardus, kertas, dan besi diproses melalui sistem Bank Sampah. Ia menyampaikan bahwa sistem tersebut membuat setiap santri memiliki akun aplikasi bank sampah umat. Melalui aplikasi ini, setiap setoran sampah tercatat dan dikonversi menjadi saldo tabungan yang diumumkan setiap semester.


“Kami buat aplikasi agar santri bisa belajar menabung dari sampah. Jadi, mereka tahu bahwa sampah ternyata ada nilai ekonominya dan juga memberikan manfaat jika dikelola dengan baik,” ujar Kiai Yury.


Sebelum program dijalankan, setiap bulan pesantren menghasilkan sekitar 22 ton sampah anorganik dan 180 kilogram sampah organik. Namun setelah sistem pemilahan dan pengolahan diterapkan, volume sampah yang dibuang ke luar pesantren menurun drastis.


“Sekarang, setelah program ini berjalan, sampah berkurang sampai 75 persen. Biaya yang dulu mencapai dua juta per bulan, sekarang hanya sekitar lima ratus ribu rupiah,” ujarnya.


Kiai Yury menyampaikan bahwa sistem Bank Sampah Pesantren juga dirancang untuk membangun motivasi santri. Setiap bulan diadakan evaluasi dan pemberian penghargaan bagi santri yang paling rajin memilah dan menabung sampah. Hadiahnya bervariasi, mulai dari perlengkapan belajar, hingga perjalanan ke luar negeri.


“Kami pernah memberangkatkan satu orang ke Singapura karena dia sangat rajin mengumpulkan sampah plastik. Tabungannya paling banyak, dan itu jadi kebanggaan bagi teman-teman yang lain,” ucapnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang