Sidoarjo, NU Online
Ratusan Peserta Didik Baru (PDB) SMK NU Plus Sidoarjo, Jawa Timur berjajar tertib di aula sekolah. Lembaga pendidikan formal kejuruan milik Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sidoarjo saat itu tengah mengggelar Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) bagi siswa baru.
Dengan antusias, mereka yang berlatar belakang beragam itu menyimak paparan Ketua Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sidoarjo, Sholehuddin. Sekali tempo peserta diajak bermain dan simulasi, sehingga suasana kian semarak.
Yang menarik, di antara deretan peserta ada yang berseragam sekolah yang berafiliasi selain NU. Namun mereka tetap antusias mendengarkan paparan Wakil Ketua Badan Pelaksana Pengelola Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) tersebut.
Di awal paparannya, Sholehuddin melakukan penilaian diri sikap keaswajaan peserta. Dan ternyata menunjukkan pada posisi aman dalam artian tidak terindikasi gerakan radikal.
Sikap inilah yang harus dirawat, jangan sampai peserta didik terpapar paham radikal. "Bersyukurlah kalian karena sudah diterima di SMK NU Plus. Karena melalui sekolah, kalian terselamatkan dari paparan paham radikal yang banyak masuk di beberapa sekolah umum melakui kelompok kajian," ujar Widyaiswara Balai Diklat Kemenag itu, Rabu (17/8).
Aswaja menurutnya, hadir sebagai penyeimbang antara paham ekstrem baik kanan maupun kiri. “Ekstrem kanan cenderung tekstualis, sementara ekstrem kiri cenderung liberal. Dan Aswaja hadir dan berada di tengah,” jelas dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Khoziny Sidoarjo tersebut.
Dalam konteks keindonesiaan, menurutnya kehadiran Nahdlatul Ulama atau lebih dikenal dengan Aswaja An-Nahdliyah menjadi sebuah solusi yang mengedepankan kearifan lokal ataui local wisdom.
“Dakwah kultural yang menjadi ciri khasnya sebagai modal penting dalam pengembangan keagamaan umat Islam,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, ada prinsip dasar sosial kemasyarakatan yang menjadi pegangan, seperti mabadiu khairu ummah. “Bahwa misi dakwah dalam NU adalah demi tercapainya kondisi masyarakat atau umat terbaik dan berkualitas melalui lima prinsip,” jelasnya.
Kelima prinsip tersebut adalah as-shidqu (kejujuran), al-amanah wal wafa' bil 'ahdi atau dapat dipercaya, al-adalah yakni keadilan, kemudian at-ta'awun atau kerja sama, dan al-istikamah yaitu konsisten.
Alumni pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Apel (UINSA) Surabaya tersebut juga memberikan tips bagi pelajar NU dalam menghadapi era revolusi industri 4.0.
Pertama adalah critical thinking atau berpikir kritis dengan memahami masalah dan memecahkannya. Kedua yakni creative. “Dalam artinan pelajar NU harus berpikir out the box, di luar kebiasaan,” terangnya.
Ketiga adalah collaborative atau kerja sama dan bersinergi. “Serta terakhir atau keempat adalah communicative, dalam artian berkomunikasi secara efektif,” pungkasnya. (Ibnu Nawawi)