Pengasuh Pondok Pesantren Maqnaul Ulum, Jember, KH Mahrus Muhith Nahrawi (sebelah kiri) berbincang dengan tamunya, anggota Komisi D DPRD Jawa Timur, Deni Prasetya. (Foto: NU Online/Aryudi AR)
Aryudi A Razaq
Kontributor
Jember, NU Online
Pondok Pesantren Maqnaul Ulum yang terletak di Dusun Krajan, Desa Sukorejo, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur ternyata sudah menerapkan lockdown bagi santri-santrinya untuk mencegah terjangan Covid-19. Sebab, hanya dengan cara itu mereka (para santri) bisa menghindar dari kontak langsung dengan orang luar.
“Lockdown dalam arti diisolasi atau dikarantina, ya. Para santri benar-benar harus putus kontak dengan orang luar, walaupun itu wali santri, apalagi santri kami beberapa dari Bali,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Maqnaul Ulum, KH Mahrus Muhith Nahrawi kepada NU Online di kediamannya, Selasa (31/3).
Sekedar diketahui, jumlah santri yang menetap di pondok mencapai 800-an orang. Sebagian besar santri sudah dipulangkan ke rumah masing-masing, khususnya yang berstatus siswa sekolah formal. Namun bagi siswa madrasah diniyah tidak boleh pulang karena masih ada KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).
“Hari-hari ini mereka masih ikut ujian akhir,” lanjut Ra Mahrus, sapaan akrab KH Mahrus Muhid.
Kendati masih melaksanakan KBM, namun mereka benar-benar steril kontak dengan orang luar. Tidak hanya dilakukan lockdown, mereka setiap pukul 10.00 WIB, diwajibkan berjemur diri selama 10 menit sambil membaca shalawat tibbil qulub. Berjemur dan membaca shalawat merupakan dua ikhtiar sekaligus.
“Berjemur itu memang anjuran dokter untuk mengerem penularan Covid-19. Sedangkan membaca shalawat itu permohonan kepda Allah. Dua-duanya adalah ikhtiar,” jelasnya.
Ra Mahrus menegaskasn, lockdown memang istilah baru dalam Islam jika dikaitkan dengan penyikapan suatu wabah penyakit, namun substansinya sudah terjadi sejak lama. Bahkan Nabi Muhammad SAW sudah menerapakan lockdown dalam menghadapi penyakit menular.
Katanya, Nabi Muhammad SAW pernah memperingatkan umatnya agar tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah penyakit. Sebaliknya bagi mereka yang sudah kadung berada di wilayah yang terkena wabah, dilarang untuk keluar.
“Nabi juga melarang umatnya dekat-dekat dengan orang yang terjangkit penyakit menular seperti lepra (kusta). Ini ‘kan istilah sekarang physical distancing. Jadi kalau kita melakukan lockdown dan menjaga jarak dengan orang lain, itu memang ajaran Rasulullah,” ungkapnya.
Kendati demikian, untuk saat ini jika lockdown nasional akan diterapkan, harus dipertimbangkan secara matang untung ruginya. Sebab, lockdown akan menghentikan kegiatan sosial dan ekonomi.
“Dan sudah pasti, ekonomi jadi susah, jutaan orang akan hidup susah. Jumlahnya jauh melebihi korban virus Corona,” pungkasnya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua