Riset Fast Fashion Ungkap Krisis Konsumtif Remaja, 2 Siswi MANU 1 Banyuputih Raih Juara Nasional
NU Online · Selasa, 4 November 2025 | 11:05 WIB
Ayu Fitrotul Ulya dan Himatul Aliyah juara dalam Kompetisi Riset dan Inovasi Siswa Indonesia (Kreasi) Tingkat Nasional 2025. (Foto: dok MANU 1 Banyuputih)
Muhammad Asrofi
Kontributor
Batang, NU Online
Fenomena fast fashion yang membuat remaja gemar membeli pakaian demi tren sesaat menjadi perhatian dua siswi Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama) MANU 1 Banyuputih, Batang, Jawa Tengah. Melalui riset berjudul LEMPER (Lemari yang Tak Pernah Penuh): Analisis Perilaku Berpakaian Sekali Pakai dalam Mengikuti Tren Fast Fashion Remaja di Banyuputih, Ayu Fitrotul Ulya dan Himatul Aliyah mengungkap persoalan sisi konsumtif di balik gaya berpakaian remaja.
Karya tersebut mengantarkan keduanya meraih juara 2 Bidang Sosiologi, Ekonomi dan kewirausahaan dalam Kompetisi Riset dan Inovasi Siswa Indonesia (Kreasi) Tingkat Nasional 2025. Kompetisi ini diselenggarakan oleh ABAK Academy bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Universitas Gadjah Mada (UGM) di Royal Palm Hotel & Conference Cengkareng, Jakarta Barat, selama tiga hari, 28–30 Oktober 2025.
Ayu Fitrotul Ulya menjelaskan bahwa ide penelitian berawal dari keprihatinan terhadap kebiasaan remaja yang sering membeli pakaian baru demi tren sesaat.
“Fashion itu bukan sekadar pakaian, tapi juga cerminan identitas diri. Namun di era digital ini, kita menyaksikan fenomena fashion yang begitu masif. Tren datang dan pergi begitu cepat, mendorong para remaja terus membeli pakaian baru hanya untuk gaya sementara. Paradoksnya, meskipun lemari mereka penuh, mereka merasa tak pernah punya cukup baju,” ujar Ayu kepada NU Online Senin (3/11/2025).
Melalui metode kualitatif, ia menemukan bahwa perilaku berpakaian sekali pakai bukan sekadar masalah konsumsi, tapi juga berkaitan erat dengan krisis literasi finansial, pengaruh media sosial, dan kebutuhan akan pengakuan diri.
“Kami menemukan bahwa banyak remaja membeli pakaian karena dorongan eksternal, seperti tren TikTok, influencer, atau teman sebaya bukan karena kebutuhan. Akibatnya, mereka mengeluarkan dana cukup besar hanya untuk tampil sesuai tren,” terang Ayu.
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Ayu dan Himatul mewawancarai tujuh remaja Banyuputih yang aktif mengikuti tren fashion, melakukan observasi di lingkungan keseharian, serta menganalisis unggahan media sosial para responden.
Ayu menambahkan, riset ini menjadi pembelajaran besar tentang disiplin, kerja sama tim, dan pentingnya kejujuran data.
“Karena topik kami menyangkut perilaku konsumtif, banyak responden awalnya sensitif. Kami harus membangun suasana santai agar mereka mau terbuka. Dari situ, kami belajar bahwa riset sosial tidak bisa hanya mengandalkan teori, tapi juga empati,” ujarnya.
Dari hasil penelitian, ditemukan empat aspek dominan. Pertama, gaya berpakaian yang paling populer adalah crop top, cutbray, baggy pants, dan one set. Kedua, sumber dana berasal dari uang saku, pekerjaan paruh waktu, atau pemberian orang tua.
Ketiga, media sosial, terutama TikTok, Instagram, dan WhatsApp, menjadi ruang utama memamerkan gaya berpakaian. Keempat, motivasi utama bukan pada kebutuhan, melainkan dorongan eksternal berupa pengaruh teman, influencer dan selebgram.
“Kami ingin mengubah temuan riset menjadi aksi nyata, misalnya membuat infografis dan konten edukatif di media sosial agar remaja bisa belajar mengelola uang dan fashion dengan bijak,” jelas Ayu.
“Saat nama kami diumumkan sebagai peraih medali perak, perasaan kami benar-benar campur aduk—senang, bangga, dan terharu. Ini kali pertama kami ikut kompetisi riset, dan Alhamdulillah bisa menembus babak final bahkan membawa pulang medali,” kata Ayu.
Himatul Aliyah menambahkan bahwa setiap outfit yang dikenakan remaja sebenarnya mencerminkan siapa yang mereka ikuti, pujian seperti apa yang mereka harapkan, serta jati diri yang terkadang justru terlupakan.
“Banyak responden dalam penelitian ini membeli pakaian semata untuk diunggah di media sosial, dan setelah itu jarang sekali digunakan kembali,” ujar Himatul.
Mengungkap Krisis Konsumtif dan Literasi Finansial
Berdasarkan riset yang sudah dilakukan, Ayu dan Himatul menyimpulkan bahwa tren fast fashion telah menjadi bagian dari budaya konsumtif yang mengikis kesadaran finansial remaja. Banyak di antara mereka rela membeli pakaian murah dengan kualitas rendah demi mengikuti tren sesaat, tanpa mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan kondisi ekonomi pribadi.
“Kami ingin mengingatkan bahwa perilaku konsumtif ini bukan hanya membuang uang, tetapi juga membentuk pola pikir instan dan kurang berkelanjutan. Literasi finansial dan kesadaran lingkungan harus mulai ditanamkan sejak remaja,” jelas Himatul.
Keberhasilan ini tak lepas dari bimbingan Arini Ainul Hanifah, selaku guru pembimbing mereka di MANU 1 Banyuputih. Ia menekankan pentingnya ketekunan dan disiplin dalam menjalani proses penelitian.
“Kuncinya ketekunan. Prosesnya panjang: mulai dari mencari ide, menulis proposal, lolos seleksi, hingga mengikuti pelatihan mingguan. Jadi ini bukan hanya soal hasil, tapi tentang proses belajar yang panjang dan mendidik mental tangguh,” ungkapnya.
Pembimbing lulusan S2 Pendidikan Kimia Universitas Negeri Semarang (UNNES) itu juga mengakui tantangan terbesar adalah menyatukan dua karakter siswinya yang berbeda.
“Yang satu lebih suka menulis, yang satu lebih suka berbicara. Tapi saya tekankan bahwa riset adalah kerja tim. Keduanya harus saling melengkapi, bukan bersaing,” tambahnya.
Arini juga menjelaskan bahwa riset bertajuk Lemari yang Tak Pernah Penuh ini bukan hanya tentang fashion, tetapi tentang nilai hidup.
“Di luar negeri, fast fashion dianggap industri, tapi di sini sudah jadi gaya hidup. Anak-anak sibuk memperbaiki penampilan, tapi lupa memperbaiki kualitas diri. Nah, riset ini ingin mengajak mereka berpikir ulang,” pungkasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua