Purwokerto, NU Onlline
Gula kristal (chocolate sugar atau brown sugar) yang diproduksi para petani NU di Banyumas, Jawa Tengah sejak dua tahun lalu berhasil menembus pasaran internasional.
"Setiap bulan sedikitnya dua kontainer komoditas ini diekspor ke mancanegara untuk memenuhi konsumen di negara India dan Brazil melalui pelabuhan internasional Tanjung Emas Semarang," ungkap petani NU Harus Efendi.
Harun Efendi alumni Pesantren Buntet Cirebon Jawa Barat yang kini tinggal di Desa Pernasidi, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas ini berhasil meyakinkan ratusan petani gula kelapa yang sebagian besar diproduksi Nahdliyin untuk melakukan diversifikasi produk gula kelapa agar memiliki nilai tambah.
“Sudah sejak lama para petani memproduksi gula kelapa berbentuk gelondongan dan dijual ke pabrik-pabrik kecap. Namun karena kebutuhan pasokannya di pabrik-pabrik kecap di Banyumas dan sekitarnya sangat terbatas, maka terjadi over produksi, akibatnya harga jatuh,” kata Harun, Ahad (22/3).
Dikatakan, rendahnya harga jual komoditas yang diproduksi sebagian besar Nahdliyin ini mendorong pria kelahiran 1969 untuk mencari terobosan. Akhirnya dicobalah diversifikasi produk dengan mengubah gula kelapa gelondongan menjadi gula curah yang juga disebut dengan gula semut atau gula krital (chocolate sugar atau brown sugar).
"Selain diversikasi juga ditempuh upaya memperluas jaringan pasar dengan mendekati kalangan industri makanan dan minuman di dalam negeri, upaya ini berhasil yang ditandai dengan disepakatinya kontrak pengadaan gula curah dengan volume 10 ton/bulan. Para petani gula kelapa tidak kagi tergantung pada satu pihak saja," tegasnya.
Dengan terbukanya pangsa pasar baru ini lanjutnya, menjadikan pendapatan petani semakin meningkat, bersamaan dengan itu sejak dua tahun lalu (2018) pangsa pasarnya kian meluas dan berhasil menembus pasaran ekspor dengan volume 34 ton/bulan yang diangkut dua kontainer untuk memenuhi konsumen di negara India dan Brazil.
"Sebenarnya pangsa pasar produk gula curah masih terbuka lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun manca negara. Khusus untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri sebenarnya kebutuhan industri atas komoditas gula curah dari Banyumas ini volumenya mencapai sebanyak 100 ton/bulan," tuturnya.
Namun ujarnya, karena keterbatasan kemampuan produksi, permintaan itu tidak bisa dipenuhi. Ratusan orang petani binaan yang tersebar di empat kecamatan meliputi Cilongok, Pekuncen, Ajibarang, dan Karanglewas sudah sulit dipacu untuk meningkatkan produksinya.
"Apa yang dicapai sekarang ini sudah sangat maksimal," ujarnya.
Koordinator Logawa Literatic Cultur (LLC) Hj Nur Laila mengatakan, sebagai lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pemberdayaan dan penguatan potensi lokal di Banyunas dan sekitarnya, LLC menjadi wahana bertemunya berbagai komunitas di wilayah Banyumas dan sekitarnya yang bersama-sama memiliki keinginan untuk memberdayakan diri dalam membangun kekuatan dan mengangkat potensi lokal.
“Termasuk gula kristal produksi petani NU yang dikoordinir pak Harun yang kini berhasil menembus pasaran ekspor dan kewalahan memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Komunitas Logawa saat ini tengah mencari mitra yang dapat membina para petani gula agar mampu menjaga kualitas produknya,” kata Laila.
Menurutunya, bukan tidak mungkin suatu saat akan muncul produk yang sama dari pihak lain yang berpotensi menjadi kompetitor dan mendesak pangsa pasar yang sudah dikuasai. Kendati munculnya persaingan di pasar merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari dalam dunia usaha.
Oleh karena itu LLC mendesak kepada pemerintah agar segera melirik potensi ini dengan memberikan bantuan supporting program yang dapat memenuhi tuntutan kondisi pasar lokal, regional, maupun internasional.
“Bantuan berupa program pendampingan untuk mengatasi problem kualitas dan terpelihara pangsa pasar menjadi kebutuhan yang harus segera bisa dipenuhi. Di sini pemerintah dapat hadir mengadvokadsi mereka,” pungkasnya.
Kontributor: Samsul Huda
Editor: Abdul Muiz