Sumenep, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) dan nasionalisme sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan karena telah mendarah daging. Karena itu ada konsep hubbul wathan minal iman bahwa cinta tanah air sebagian dari iman.
Penegasan tersebut disampaikan Ustadz Zainul Hasan saat tampil pada kegiatan halaqah kebangsaan dengan tema Nasionalisme NU dalam Menjaga NKRI. Kegiatan diselenggarakan Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan Nonggunong di Pendopo Desa Sokarame Paseser Nonggunong, Sumenep, Jawa Timur.
Menurut Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep tersebut, hubbul wathan minal iman bisa dikatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang jika dalam dirinya tidak tertanam nasionalisme.
“Bagi NU, nasionalisme adalah bagian dari keimanan,” katanya, Rabu (7/8).
Menurut Ustadz Zainul, inilah kehebatan konsep Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari. “Beliau berhasil mengawinkan agama dan negara menjadi satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan. Dan konsep ini hanya dimiliki oleh NU. Tidak dimiliki oleh organisasi atau kelompok lain," tegasnya.
Dalam pandangannya, nahdliyin layak berbangga karena jamiyah memiliki konsep hubbul wathan minal iman. Kalau tidak karena adanya NU, sudah lama negeri ini tiada.
“NU adalah satu-satunya organisasi keagamaan yang berani pasang badan mengawal NKRI dan Pancasila di setiap masa. Di saat organisasi dan kelompok lain tiarap karena serangan yang bertubi-tubi, NU lah yang tampil di garda terdepan. Karena bagi NU, NKRI adalah harga mati. Siapapun yang mencoba merongrongnya, harus berhadapan dengan NU," imbuh dia.
Dirinya kemudian menyajikan fakta sejarah betapa nasionalisme di kalangan NU sangat luar biasa. Hal tersebut dibuktikan dengan sebelum merdeka atau masa penjajahan yakni tahun 1935, NU telah mengukuhkan negeri ini sebagai nation state atau negara bangsa.
“Tahun 1943, NU lah yang merestui Soekrano mewakili bangsa Indonesia. Pada waktu merumuskan bentuk dan dasar negara tahun 1945, NU terlibat di dalamnya diwakili oleh Kiai Wahid Hasyim dan Kiai Masykur. Dan di tahun yang sama, 22 Oktober 1945, NU mengeluarkan Resolusi Jihad yang kemudian mengobarkan terjadinya perang 10 Nopember melawan Inggris,” ungkapnya.
Tidak berhenti sampai di situ, pemerintah sedang genting-gentingnya menghadapi pemberontakan DI/TII, NU menganugerahi Sokerano sebagai waliyyul amri ad dlaruri bis syaukah.
Begitu juga ketika PKI memberontak, NU melalui Banser berhasil menumpasnya. “Termasuk pula ketika Pancasila dijadikan asas tunggal yakni tahun 1984, NU pertama kali yang menerimanya. Tahun 2006, NU mengeluarkan Maklumat yang meneguhkan kembali komitmen kebangsaan untuk mempertahankan Pancasila, UUD 1945 dalam wadah NKRI," jelasnya.
Dengan sejumlah fakta tersebut kalau bicara soal nasionalisme, NU adalah jagonya. Dari masa ke masa dalam urusan kebangsaan, NU selalu tampil di depan.
“Tinggal bagaimana kita mempertahankan ini semua. Ketahuilah, NKRI dan Pancasila adalah warisan ulama. Kita wajib menjaga, mengawal dan mempertahankannya sampai titik darah penghabisan," tandasnya.
Ketua PAC GP Ansor Nonggunong, Ahmad Sibawi, mengatakan bahwa kegiatan ini dimaksudkan sebagai media silaturahim antarpemangku kepentingan untuk memupuk rasa nasionalisme dalam menjaga keutuhan NKRI.
"Bagi kita, NKRI adalah harga mati yang harus diperjuangkan dan dipertahankan bersama-sama antar sesama elemen anak bangsa," katanya.
Sementara Forpimka yang diwakili Kapolsek Nonggunong sangat mengapresiasi kegiatan ini. "NU itu organisasi yang sangat besar. Paling getol mengawal NKRI. Maka sudah seyogyanya kita terus bersinergi mengawal NKRI dan Pancasila. Kegiatan semacam ini sangat penting untuk terus dikembangkan. Lewat kegiatan ini kita berharap lahir kader-kader yang cinta pada tanah air," tandasnya.
Kegiatan diikuti Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU), Pimpinan Anak Cabang (PAC) Muslimat NU, Fatayat NU, GP Ansor Nonggunong dan Gayam, serta Forpimka setempat.
Editor: Ibnu Nawawi