Jombang, NU Online
Gerhana matahari cincin yang terjadi kemarin, dimanfaatkan sejumlah kalangan untuk melakukan banyak kegiatan. Dari mulai shalat khusufus syamsi, istighotsah, memberi sedekah, hingga menyaksikan gejala alam yang langka tersebut.
Sejumlah mahasiswa Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum atau Unipdu, Jombang, Jawa Timur menggelar nontong bareng dan melakukan observasi terhadap gerhana matahari cincin ini. Dengan dibimbing sejumlah dosen, mereka menyaksikan fenomena alam gerhana matahari cincin di halaman Masjid Agung Jombang. Termasuk kemudian mengikuti shalat gerhana matahari berjamaah.
“Gerhana matahari eclipse of the sun terjadi pada saat bulan menghalangi nampaknya matahari dari bumi, hal ini terjadi pada akhir bulan atau saat ijtima yakni conjuntion,” kata HM Masrur, Kamis (26/12).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menentukan gerhana matahari. Yaitu ketika kerucut banyang-bayang bulan mengenai bumi, dan bulan berada pada titik simpul atau dalam jarak 17 derajat dari titik simpul.
“Juga ketika bulan dalam keadaan konjungsi dengan matahari,” jelas dosen mata kuliah ilmu falak Unipdu tersebut kepada sejumlah mahasiswa dan warga yang bergabung di halaman masjid.
Menurut perhitungan bersama yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Akhwal al-Syakhsiyah Unipdu beserta para lembaga yang dilaksanakan Rabu kemarin, gerhana diprediksi mulai pukul 11.14 WIB memasuki fase puncak pada pukul 12.47 WIB, dan berakhir pada 14.00 WIB.
Dalam penjelasan HM Masrur, saat terjadi gerhana matahari tidak semua daerah bisa melihatnya, melainkan hanya bisa dilihat bagi daerah yang dilalui bayangan bulan.
“Hal ini disebabkan karena pada dasarnya saat itu matahari masih bersinar, dengan demikian bagi daerah yang tidak dilalui bayangan bulan, masih bisa melihat matahari bersinar,” urainya.
Begitu pula dengan besar kecilnya piringan matahari yang harus tertutup piringan bulan antara satu dengan yang lainnya berlainan pula.
“Bagi daerah yang dilalui kerucut inti bayangan bulan, maka akan mengalami gerhana total. Namun bagi daerah yang hanya dilalui bayangan semu bulan, akan mengalami gerhana sebagian, begitu juga sebaliknya. Dan bagi daerah yang tidak dilalui bayangan bulan, maka tidak akan mengalami gerhana,” ungkapnya.
Dirinya kemudian menceritakan Kabupaten Siak, Riau dan Kota Singkawang Kalimantan Barat disebut merupakan lokasi paling ideal untuk menyaksikan fenomena alam tersebut, sementara di wilayah Jombang dan Indonesia lainnya, yang tampak hanya gerhana matahari sebagian.
Dosen akhwal al-syakhsiyah atau hukum keluarga Unipdu tersebut menambahkan bahwa gerhana matahari cincin terjadi setiap 1 hingga 2 Tahun. Dan dirinya mengimbau mahasiswa dan masyarakat agar jangan melihat ke arah matahari dengan mata telanjang saat mengamati gerhana.
“Intensitas cahaya matahari yang sangat kuat dapat merusak mata dan menyebabkan kebutaan,” tegasnya.
Ia menyarankan agar warga mengamati gerhana matahari menggunakan peralatan lain seperti kamera lubang jarum, kacamata matahari, binokular atau teleskop dan kamera lainnya yang sudah dipasangi lensa khusus.
Pantauan NU Online di lokasi, kesempatan melakukan observasi ini dimanfaatkan sejumlah kalangan dengan mengikuti nonton bareng (nobar). Apalagi pada saat yang sama disediakan teleskop untuk dapat melihat kondisi matahari secara lebih jeli.
Kegiatan nobar gerhana matahari cincin dipusatkan di halaman Masjid Agung Kota Jombang, dan sejumlah warga mulai berdatangan sejak pukul 09.00 WIB.
Salah seorang pengunjung, Riris Puryanti mengaku sangat senang bisa ikut dan sangat antusias mengamati proses gerhana matahari. Bahkan ia beserta keluarganya rela datang dari Kecamatan Sumobito untuk bisa menyaksikan fenomena alam tersebut.
“Sangat penasaran untuk melihat langsung dan mengamati langsung, agar tidak sekadar nonton berita, sekalian pengalaman baru buat anak saya yang kecil ini. Apalagi nobar tidak dipungut biaya alias gratis, hanya membeli kacamata dan anak saya sangat senang,” katanya dengan mata berbinar.
Kontributor: Mardhotilah
Editor: Ibnu Nawawi