Pagi itu, Selasa (22/10) cuaca cerah menyelimuti Kota Jayapura, Papua. Masyarakat menjalani aktivitas keseharian seperti biasa. Namun, ada yang tak biasa, di sudut kota, belakang Hotel Triton terdengar riuh para santri berkumpul di lapangan. Keriuhan itu karena mereka hendak melaksanakan upacara Hari Santri 2019.
Upacara pagi itu begitu khidmat, sebab diiringi oleh pengibaran bendera merah putih. Senin (21/10) sehari sebelunya, mereka melaksanakan upacara tanpa proses pengibaran bendera, karena aturan bendera kebangsaan hanya sekali dinaikkan dan diturunkan dalam satu pekan.
Bertindak selaku pemimpin upacara adalah Ustadz Rasyid Tumenggung Mayang yang juga mantan anggota TNI-AD. Sedangkan pembina upacara pagi itu adalah Wakil Katib Syuriyah PWNU Papua KH Muhammad Syaiful. Pada waktu pembacaan Amanat Ketua PBNU, pembina upacara juga menyampaikan bahwa dirinya adalah salah satu santri. Ia adalah alumni pondok pesantren Tebuireng, Jombang, yang sangat erat kaitannya dengan sejarah Hari Santri 22 Oktober dan Hari Pahlawan 10 November.
"Dalam kurun waktu tersebut terjadi perlawanan sengit para santri dalam melawan penjajah yang menjadi catatan dunia. Di mana dengan semangat hubbul wathon minal iman, resolusi jihad yang disampaikan almaghfullah Hadratussyaikh Mbah Yai Hasyim Asy'ari, pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng itu menewaskan Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945 yang memicu pertempuran 10 November 1945 yang kemudian kita peringati sebagai Hari Pahlawan," papar KH Muhammad Syaiful.
Hal itu semua tidak lepas dari peran para santri di bawah komando kiai yang hari ini harus diteladani dalam mengisi kemerdekaan. Juga kewajiban seua santri untuk menyukseskan pembangunan melalui peningkatan kualitas pendidikan santri dalam berkiprah di revolusi industri 4.0
Upacara tersebut dihadiri oleh PWNU Papua, PCNU Kota Jayapura, LP Ma'arif NU Papua dan Banom serta lembaga NU. Setelah upacara dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng oleh KH Suyono, sesepuh Nahdliyin di lingkungan masjid Jami' Kota Jayapura.
KH Suyono kemudian memberikan tumpeng yang telah dipotongnya kepada tiga kepala sekolah yang hadir pagi itu sebagai simbol rasa cinta dan perhatian kiai kepada santrinya.
Kontributor: Joko Prayitno
Editor: Kendi Setiawan