Wakil Ketua LDNU Jatim Ingatkan Nilai-nilai Kesantrian di Tengah Modernitas
NU Online Ā· Ahad, 14 Juni 2020 | 20:00 WIB
Jember, NU Online
Seorang santri harus mampu merespons perkembangan yang begitu cepat saat ini. Terlebih, para santri memiliki nilai-nilai yang harus dipegang. Nilai-nilai para santri sesuai dengan nilai-nilai keislaman.
Ā
Wakil Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Jawa Timur, KH M NoorĀ HarisudinĀ mengatakan hal itu pada Madrasah Virtual dengan tema Reaktualisasi Nilai Kesantrian pada Generasi Milenial,Ā Rabu (10/6).
Ā
NilaiĀ yang pertama, kata Kiai Haris, yaitu tawadhu. "Tidak ada seorang santri yang memiliki sifat sombong (takabur).Ā Alhamdulillah banyak saya temui santri yang memiliki sifat rendah hati, sekalipun ia (santri) ilmunya sudah tinggi, kuliahnya di luar negeri, mereka tidak menjadi sombong," kata Dekan Fakultas Syariah IAIN JemberĀ itu.
Ā
Nilai kedua, lanjut ProfĀ Haris, adalah nilai kesederhanaan. Dalam kehidupan seorang santri, mereka sudah diajarkan sifat hidup sederhana sejak berada dalam pesantren. Dengan demikian hal ini menjadi sangat relevan jika dilihat dari kondisi sekarang, di mana sebagian orangĀ hanya melihat kemewahan, kekayaan yang melimpah, jabatan atau kedudukan yang tinggi.
Ā
"Kesuksesan manusia tidak bisa diukur dengan materi dengan melupakan arti penting kesederhanaan dalam kehidupan," tegasnya.
Ā
Ketiga adalah nilai kemandirian. Menurut Prof Haris,Ā di luar pesantren mereka sudah siap bekerja apa saja, mulai dari pekerjaan yang dianggap rendah menurut manusia, meski ukuran Allah berbeda. Santri juga tetap siap dalam kondisi apa saja baik menjadi pejabat negara, dosen dan sebagainya.
Ā
"Inilah di antara nilai-nilai santri yang bisa diterapkan di masyarakat luas untuk memberikan warna di tengah arus modernisasi," ujar Ketua Umum Asosisi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara Seluruh Indonesia.Ā
Ā
Untuk mendorong santri milenialĀ Sekjen PP Keluarga Alumni Maāhad Aly Salafiyah Syafiiyah Situbondo tersebut menyampaikan setidaknya ada dua hal yang harus dipegang seorang santri dalam kondisi tantangan yang semakin deras.
Ā
"Pertama, self development (mengembangkan diri), seorang santri harus tetap selalu update pengetahuan salah satunya tentang kemajuan teknologi. Kedua, innovation (pembaruan). SeorangĀ santri harus selalu berinovasi demi kemaslahatan umat," tambah ProfĀ Haris.
Dosen INSURI PonorogoĀ MĀ Asvin Abdur Rohman yang juga narasumber dalam acara tersebut memaparkan tentang kesantrian dalam zona pendidikan. Dalam perkembangannya pesantren kemudian mengajarkan keislaman secara utuh yaitu tentang islam, iman, dan ihsan.
Ā
Dalam materi yang diajarkan di pesantren itu, sebut Aswin,Ā dapat membentuk generasi yang muhsin, yaitu orang-orang yang kuat islam, iman dan ihsannya. Hal inilah sebenarnya yang bisa kemudian ditransfer ke generasi berikutnya.
Ā
"Dengan catatan tidak mengesampingkan salah satu pokok keislaman itu sendiri, dari sisi pembelajarannya, keunggulan pesantren mampu menciptakan sebuah miniatur yang berkultur kehidupan masyarakat luas sehingga disisi lain juga diajarkan tentang hidup bersosial dengan masyarakat luas," jelasnya.
Ā
Reporter: MĀ Irwan Z
Editor: Kendi Setiawan
Ā
Terpopuler
1
Gus Yahya Ajak Seluruh Pengurus NU Siapkan Muktamar Ke-35 sebagai Jalan Terhormat dan Konstitusional
2
Pertemuan Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah di Lirboyo Putuskan Muktamar Ke-35 NU Bakal Digelar Secepatnya
3
KH Miftachul Akhyar Undang Rapat Konsultasi Syuriyah dengan Mustasyar PBNU di Pesantren Lirboyo
4
Gus Yahya Tanggapi KH Miftachul Akhyar soal AKN-NU, Peter Berkowitz, hingga Dugaan TPPUĀ
5
KH Miftachul Akhyar Sampaikan Permohonan Maaf terkait Persoalan di PBNU
6
Khutbah Jumat: Rajab, Shalat, dan Kepedulian Sosial
Terkini
Lihat Semua