KH Hasyim Adnan: Orator Ulung dan Aktivis Dakwah di Jakarta (1)
Senin, 20 Januari 2020 | 13:15 WIB
Penguasaannya dalam ilmu keislaman dan profesinya sebagai dai tidak terlepas dari sosok ayahnya, Kiai Adnan. Ibarat pepatah: buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ayahnya, Kiai Adnan, merupakan ulama asal Kuningan, Jawa Barat yang pindah dan bermukim di Tegal serta menjadi ulama terkemuka.
Di Kota Tegal, ketika itu, ada dua ulama yang terkenal, yaitu Kiai Mukhlas dan Kiai Adnan sendiri. Kiai Mukhlas terkenal sebagai kiai kitab, yaitu kiai yang menguasai khazanah Islam klasik, kitab-kitab kuning. Sedangkan Kiai Adnan terkenal sebagai kiai pergerakan.
Sebagai orang tua, terlebih sebagai seorang ulama, tentu Kiai Adnan sangat berharap anak-anaknya dapat menguasai ilmu keislaman, menjadi ulama seperti dirinya. Begitulah harapannya tertuju kepada Hasyim Adnan kecil yang sejak dini mendapatkan pendidikan keislaman, terutama membaca Al-Quran dari dirinya.
Kemudian, Hasyim Adnan kecil menempuh pendidikan dasar di Kota Tegal, Jawa Tengah. Setelah itu, dia meneruskan pendidikan tsnawiyah juga di Kota Tegal, namun setelah lulus tsanawiyah dia meneruskan pendidikan aliyah di Kota Pemalang.
Buah yang Matang di Kota Malang
Kepergiannya untuk menuntut ilmu di Kota Malang tidaklah sendirian. Adik perempuannya, Ustadzah Hj Siti Romlah Adnan, juga melanjutkan studinya di Kota Malang. Bahkan, dia yang mendidik adiknya untuk menjadi guru ngaji dan mubaligah. Adik perempuannya ini menyertai dia bukan hanya di Kota Malang, bahkan juga ketika dia hijrah ke Jakarta.
Kelak, berkat didikannya pula, Ustadzah Hj Siti Romlah Adnan menjadi salah satu mubaligah terkemuka di Jakarta. Dan seperti dirinya, Ustadzah Hj Siti Romlah Adnan menjadi seorang aktivis organisasi, pendiri dan mantan Ketua Hidmat Nahdlatul Ulama (NU) (Himpunan Da’iyah Muslimat dan Fatayat NU) periode kedua.
Hijrah dan Kiprah Dakwah di Jakarta
KH Hasyim Adnan adalah model santri sejati yang sangat hormat dan patuh kepada perintah gurunya. Dia menuruti perintah gurunya untuk rela meninggalkan Kota Malang, Jawa Timur yang telah banyak berjasa dalam mendidik dan mengembangkan bakat dakwahnya, juga meninggalkan segala kenangan indah yang tidak akan pernah dia lupakan, untuk pergi ke Jakarta, Ibu Kota Negara, yang dia sendiri belum pernah tahu seperti apa bentuk kehidupannya yang akan dia jalani.
Tiba di Jakarta, atas saran dan rekomendasi dari gurunya, pertama kali dia tinggal di Yayasan Waqfiyah Perguruan Al-Khairiyah, Mampang, Jakarta Selatan. Yayasan ini bergerak di bidang pendidikan Islam dan mulai berdiri sejak zaman penjajahan Belanda, yaitu pada tahun 1928 M.
Sambil mengajar, tentu dia tidak melupakan tugasnya sebagai seorang dai. Maka, dia pun berceramah ke berbagai tempat di Jakarta. Karena kepiawaiannya dalam berceramah, lambat laun dia semakin populer di Jakarta dan menjadi salah seorang dai kondang bukan hanya di Jakarta, tetapi juga di daerah-daerah sekitar Jakarta bahkan dia pernah diundang ceramah ke luar negeri, seperti ke Singapura.
Suatu ketika, dia memutuskan diri untuk pindah tempat tinggal ke Gunung Sari 9, Jakarta Pusat. Dari tempat tinggalnya yang baru ini, aktivitas dakwahnya semakin luas. Untuk membantu tugas-tugasnya dalam berdakwah, pada tahun 1968, dia mengangkat seorang remaja yang bernama Mansyur dan masih sekolah di STM (Sekolah Teknik Menengah) sebagai asisten pribadinya.
Rakhmad Zailani Kiki, Sekretaris Rabithah Maahid Islamiyah PWNU DKI Jakarta
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua