Fragmen

Sejarah NU Wonopringgo (3): Memperbaiki Masjid Bloembang

Selasa, 14 April 2020 | 00:00 WIB

Sejarah NU Wonopringgo (3): Memperbaiki Masjid Bloembang

Logo NU awal. (NU Online)

Kring NU Wonopringgo berdiri pada tahun 1939 dan secara struktural berada di bawah kepengurusan NU Cabang Pekalongan, yang kala itu dipimpin para kiai, antara lain KH. M. Ismail, KH. M. Masyhuri, KH. M. Ilyas, KH. M. Nachrowi, KH. R.M. Munawwir, KH. Abdul Mughni, KH. M. Zuhdi, dan lain-lain.

Sebagai info, sebelum dikenal istilah pengurus tingkat Ranting dan Wakil Cabang, Kring merupakan penyebutan untuk tingkatan pengurus di bawah cabang. Pada kurun waktu berikutnya memunculkan istilah Centraal Kring (Wakil Cabang).
 
Cabang NU yang telah memiliki beberapa Kring, membentuk Centraal Kring, sebagai koordinator Kring sekaligus penghubung antara Kring dengan Cabang. Di masa itu, istilah keorganisasian memang masih banyak menggunakan bahasa Belanda.

Setelah satu tahun kepengurusan Kring NU Wonopringgo berjalan, digelar Leden-Vergadering (konferensi atau pertemuan anggota) yang kurang lebih dihadiri oleh 160 orang, baik dari pengurus maupun anggota. Dari Verslag Notulen (laporan) seperti yang termaktub dalam Majalah Berita Nahdlatoel Oelama’ (B.N.O) edisi tahun 1940, acara ini diselenggarakan pada Kamis atau malam Jumat, 16 Dzulhijjah 1358 H/ 25 Januari 1940 M.
 

Acara dibuka oleh Voorzitter (ketua) Kring NU Wonopringgo sekaligus bertindak sebagai pimpinan majelis, M. H. Buchori, tepat pada pukul 9 malam. Kemudian dilanjutkan lantunan merdu ayat suci Al-Quran yang dibacakan oleh KH Boezzari, yang juga mengemban sebagai Rais bagian Muballighin. Kemudian, setelah itu, pimpinan majelis diserahkan kepada Rais Tsani, KH Sholichin.

Lazimnya acara pertemuan organisasi, pada kesempatan itu kemudian dibacakan laporan-laporan, terutama mengenai program kerja Kring NU Wonopringgo yang sudah berjalan selama setahun.

Beberapa kegiatan penting, yang sudah terlaksana, sebagaimana disampaikan oleh Secretaris I, H. M. Moechsin, NU Wonopringgo telah membentuk sebuah badan yang dinamakan Comite Masjid, yang tugasnya antara lain mengurusi pembangunan dan perbaikan masjid.

Salah satu masjid yang sedang diurus perbaikannya, yakni masjid di Desa Bloembang (baca: Blumbang). Pembangunan masjid tersebut tentu menjadi sangat penting, mengingat masjid tidak hanya sekadar menjadi pusat peribadatan, akan tetapi juga menjadi pusat peradaban umat Islam.
 

Dari data yang penulis peroleh dari KUA Wonopringgo, di masa tahun 1940-an, masjid yang berdiri di Wonopringgo masih bisa dihitung dengan jari. Adapun masjid di Desa Blumbang yang disebutkan di atas, kemungkinan besar yang dimaksud antara dua masjid, yakni Masjid Jami’ Baiturrokhim (berdiri tahun 1925) atau Masjid Jami’ Ar-Rohmah (1937).

Selain program pembangunan dan perbaikan masjid, juga dibentuk Comite Sodaqoh, yang memiliki program pembagian beras kepada kaum fakir miskin, khususnya di saat bulan Ramadhan.

Diumumkan pula oleh H. Sahroni, selaku bendahara atau Penningmeester (barangkali istilah pening yang berarti pusing kepala, merupakan serapan dari istilah ini. Di mana petugas keuangan, seringkali menjadi pusing kepala, sebagai akibat rumitnya hitungan, pen), selama setahun iuran masuk sebesar f. 117.45, kemudian pengeluaran sejumlah f. 108.72. Jadi Kring NU Wonopringgo di akhir masa kepengurusan periode pertama ini, masih memiliki saldo kas sebanyak f. 8.73.

Setelah dibacakan berbagai laporan tersebut, kemudian berlanjut kepada sesi pemilihan bestuur (pengurus) yang baru. Namun, sebelum dilaksanakan tahap pemilihan pengurus baru, supaya tidak terlalu penat, tepat pada pukul 10.30, majelis diskors untuk sesi istirahat. Para peserta dipersilakan untuk menikmati hidangan berupa kue dan minuman teh yang masih hangat. Mangga-mangga dirahapi!

Penulis: Ajie Najmuddin
Editor: Fathoni Ahmad