Tuan Gobée dan Sepatunya yang Hilang di Muktamar NU
Ahad, 9 Maret 2025 | 03:11 WIB
Abdullah Alawi
Kolomnis
Sebagian Nahdliyin barangkali masih ingat “insiden sandal” dalam Muktamar NU Ke-34 di Bandar Lampung pada Desember 2021. Di tengah ketegangan penghitungan suara pemilihan Ketua Umum PBNU, tiba-tiba panitia Muktamar mengumumkan lewat pengeras suara bahwa ada sandal yang tertukar. Sandal itu milik seorang kiai yang hadir di arena pemilihan.
Kejadian itu menurunkan tensi ketegangan muktamarin serta menjadi pembicaraan di warung kopi maupun media sosial. Bagi orang-orang yang langsung hadir di arena Muktamar, ia merupakan momen tak terlupakan. “Insiden sandal” juga mendapat perhatian media-media nasional seperti Detik, Kompas, CNN Indonesia, Sindo, dan Kumparan.
Hampir satu abad sebelumnya, alas kaki di muktamar NU juga pernah menjadi perhatian beberapa media zaman Hindia Belanda. Jika alas kaki pada Muktamar 2021 milik peserta, di Muktamar 1932 adalah milik seorang pembesar Hindia Belanda. Tuan Gobée namanya.
Ia bernama lengkap Emile Gobée. Saat hadir dalam muktamar yang berlangsung di Bandung tersebut, ia menjabat sebagai penasihat (adviseur) di Kantor Urusan Pribumi (Het kantoor voor inlandsche zaken) yang kala itu dipimpin Rudolf Arnaud Kern, guru besar indologi terkemuka dari Universitas Leiden.
Gobée dilahirkan pada 3 Desember 1881 di Den Helder. Bapaknya adalah perwira angkatan laut. Sebelum aktif dalam birokrasi Hindia Belanda, Gobée mengikuti jejak bapaknya sebagai tentara di Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Kariernya moncer setelah menjadi amtenar pemerintah kolonial.
Ketika menjabat kontrolir di Poso, Sulawesi (1909-1910), Gobée menulis diari yang sebagian besar berisi tentang proses kolonisasi Poso. Catatan-catatannya begitu berharga bagi para sejarawan karena menggambarkan bagaimana Hindia Belanda pada awal abad ke-20 mulai mengatur secara legal wilayah-wilayah luar Jawa dan memasukkan mereka dalam administrasi negara kolonial. Catatan harian itu kemudian diterbitkan oleh Monash University, Australia, pada 2007.
Gobée dikenal sebagai salah satu pejabat kolonial yang memahami dunia Islam dan Arab. Ketertarikannya terhadap dua hal itu terbentuk saat menjadi kontrolir di Tapaktuan, Aceh (1914-1915). Ketika mendapat kesempatan sekolah lagi pada tahun berikutnya, Gobée secara rutin mengikuti kuliah-kuliah Snouck Hurgronje di Universitas Leiden. Dari situlah ia mulai mendalami pengetahuan tentang Islam dan melancarkan kemampuan Bahasa Arab. Setelah lulus, ia ditugaskan sebagai konsul Hindia Belanda di Jeddah (1917-1921). Mungkin karena portofolio inilah Gobée dijadikan perwakilan pemerintah kolonial di Muktamar NU Bandung.
Selepas Proklamasi Kemerdekaan, Gobée masih berhubungan dengan Indonesia. Bersama rekan-rekan sosialis Belanda-nya seperti W.F. Wertheim dan Sal Tas, pada 1946 ia menandatangani sebuah manifesto dukungan kepada Republik Indonesia di bawah pemerintahan Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Gobée bahkan pernah diundang oleh pemerintah RI di tahun 1949-1950 setelah pengakuan kedaulatan. Ia meninggal pada 12 Juli 1954 di Leiden.
Muktamar yang Ramai, Sepatu yang Hilang
Muktamar pada era kolonial Belanda berlangsung setiap tahun. Biasanya pertemuan khusus peserta yang berlangsung beberapa hari dilaksanakan di sebuah hotel. Kemudian dilaksanakan pertemuan massal di sebuah masjid agung dengan agenda mengumumkan hasil-hasil muktamar kepada umat Islam. Selain itu, sebagaimana terjadi saat ini dan berlaku pula pada perkumpulan-perkumpulan lain di masa lalu, acara besar seperti itu biasanya mengundang pejabat pemerintah Hindia Belanda.
Koran Soemanget edisi 24 Agustus 1932 memberitakan Muktamar NU Ke-7 di Bandung itu. Surat kabar ini tidak memberitakan pokok-pokok hasil muktamar yang berlangsung di Masjid Agung Kota Bandung, tapi justru kehadiran Gobée. Berita tersebut dimuat dengan judul “Toean Gobee Moesti Boeka Spatoe”.
“Menoeroet ‘Aid’, waktoe congres Nahdatoel Oelama bikin koempoelan oemoem dalem mesdjid, toean Gobee, Adviseur Inlandsche Zaken toeroet djoega hadlir.
Roepanja ia loepa bahoea semoea orang jang maoe masoek dalem mesdjid moesti boeka spatoe. Toean Gobee maoe teroes sadja masoek ke dalem dengen pake spatoe, tapi salah saorang jang toeroet hadlir djoega, tarik tangannja dengan bilang: ‘Toean moesti boeka spatoe.’”
Sedangkan menurut pemberitaan Swara Nahdlatoel Oelama, pertemuan akhir Muktamar Bandung dihadiri sekitar 8.000 umat Islam. Mereka berasal dari Bandung Raya dan sekitarnya, termasuk Sumedang, Tasikmalaya, dan lain sebagainya.
Mungkin, tidak semua hadirin masuk ke dalam masjid, sebagian besarnya ada di luar. Sementara di dalam adalah para pengurus NU di tingkat pusat, cabang-cabang, dan para tamu undangan. Termasuk Gobée.
Sebagaimana umumnya kegiatan di sebuah masjid, para peserta duduk bersila. Tidak disediakan kursi bagi siapa pun, termasuk para pemimpin NU, juga Tuan Gobée. Ia sempat cengar-cengir di dalam masjid gara-gara “insiden sepatu” itu. Cengar-cengirnya bertambah lebar ketika ia hendak pergi, sepatunya ternyata lenyap.
Soemanget melanjutkan beritanya:
“Dengen mesem toean G. boeka ia poenja spatoe dan didalem ia doedoek silo di antara orang-orang laen.
Sasoedahnja abis koempoelan, maka toean G. toeroet boeroe boeroe kaloear. Aken tetapi spatoenja ....... ilang. Ampir satoe djam. Ia tjari kesana-kemari, kerna spatoe, selop, troempa, bersoesoen disitoe. Soekoer djoega, sasoedahnja tjari lamaan djoega spatoenja toean Gobee katemoe.”
Hari itu mungkin bukan hari terbaik Tuan Gobée.
Abdullah Alawi, peminat sejarah NU, penulis buku Pemuda Nahdoh: Sejarah Awal GP Ansor Jawa Barat 1934-1941 (2023) dan tengah menyiapkan buku Sejarah NU Jawa Barat, Jakarta, dan Banten 1926-1941.
========
Pada Ramadhan tahun ini, NU Online menyajikan edisi khusus bertajuk “Sejarah Kecil NU” tentang kisah orang-orang biasa dan kejadian-kejadian obskur yang sering tenggelam dalam narasi besar sejarah. Selama sebulan penuh, sejarawan partikelir sekaligus Redaktur Opini & Editorial NU Online, Abdullah Alawi, mengisi edisi khusus ini.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menjadikan Ramadhan sebagai Madrasah Ketakwaan
2
Gus Yahya Jenguk dan Doakan Kesembuhan KH Said Aqil Siroj
3
Khutbah Jumat: Mengajak Semua Anggota Tubuh Berpuasa
4
Khutbah Jumat: Ikhlas Jadi Kunci Kesempurnaan Puasa
5
3 Alasan Nyai Sinta Pilih Gelar Sahur Keliling bersama Kaum Duafa
6
Khutbah Jumat: Pentingnya Pendidikan Keluarga di Bulan Ramadhan untuk Membangun Karakter Anak
Terkini
Lihat Semua