Makkah, NU Online
Namanya Supanut, biasa disapa Mbah Panut. Walau sudah berumur 92 tahun, jamaah calon haji dari Kabupaten Pringsewu, Lampung ini masih memiliki semangat membara untuk menyelesaikan rangkaian ibadah haji yang memang membutuhkan kesehatan dan tenaga prima.
Di hari pertamanya menjalankan ibadah sa’i, Senin (30/7), Mbah Panut harus tertinggal oleh rombongan. Pasalnya, setelah prosesi thawaf dilanjut shalat sunah thawaf ia tertidur di Masjidil Haram. Ia mengantuk lantaran setelah menempuh perjalanan pesawat sembilan jam. Malam harinya, mulai pukul 23.00 waktu setempat, ia ikut menyelesaikan ibadah thawaf dan sa’i.
“Saya ngantuk banget, Mas. Siangnya nggak tidur, malamnya langsung thawaf. Ketiduran, habis bangun rombongan sudah nggak ada,” kata jamaah dari Kecamatan Banyumas ini mengisahkan awal mula tercecer dari rombongan.
Di tengah kerumunan ribuan banyak jamaah dari berbagai penjuru dunia tentu tidak mudah bagi jamaah apalagi usia lanjut untuk mengingat pintu keluar Masjidil Haram dan kembali ke pemondokan. Namun, Mbah Panut mampu menunjukkan diri sebagai jamaah yang mandiri.
Pria kelahiran 1928 yang sudah memiliki 42 cucu dan cicit ini dengan segera mencari petugas haji Indonesia untuk diarahkan ke tempat sa’i untuk menyelesaikan rangkaian ibadah umrahnya.
“Alhamdulillah bisa selesai sai sendiri sebanyak 7 kali perjalanan,” kata Mbah Panut kepada NU Online sembari menunjukkan gelang karet di tangan kirinya untuk menghitung dan mengingat jumlah perjalanan.
Haji Teladan
Untuk kembali ke hotel yang terletak di wilayah Syisyah pun, Mbah Panut bisa pulang sendiri dengan selamat. Kondisi itu bisa menjadi teladan bagi setiap jamaah agar senantiasa mandiri dalam menyelesaikan rangkaian ibadah haji di Tanah Suci.
Hal ini juga yang ditekankan Bupati Pringsewu KH Sujadi saat melepas jamaah calon haji dari kabupaten yang dipimpinnya. Ia meminta para jamaah calon haji untuk bisa mandiri dan bisa saling menolong serta membantu sesama jamaah haji yang lain jika menemui permasalahan.
Kemandirian ini terwujud dalam bentuk tidak selalu menggantungkan diri kepada petugas dan pembimbing baik sebelum keberangkatan, selama berada di Tanah Suci, hingga kembali pulang.
Para jamaah sebaiknya mempelajari sendiri situasi dan kondisi Makkah, Masjidil Haram dan tempat-tempat lainnya. Selain mandiri dalam perjalanan dan manasik, jamaah juga diimbau mandiri dalam kesehatan.
Hal ini dimaksudkan bagi jamaah yang memiliki penyakit tertentu dan membutuhkan obat-obatan khusus atau penanganan tertentu, hendaknya mempersiapkannya sejak dari Tanah Air. (Muhammad Faizin/Musthofa Asrori)