Oleh: H Khumaini Rosadi
Memiliki istri yang shalihah dambaan semua suami. Tidak berlebihan rasanya jika istri shalihah itu dipanggil dengan sebutan 'Fatimah zaman now'. Sebagaimana Fatimah– putri Rasulullah SAW–yang menjadi istri shalihah bagi Ali bin Abi Thalib RA. Dalam hadits disebutkan "Dunia itu adalah perhiasan. Dan sebaik-baiknya perhiasan adalah istri yang shalihah. (HR Muslim).
Istri shalihah sesuai dengan informasi Nabi adalah yang mampu menjaga nama baik suami dan terlihat menarik juga menyenangkan. Untuk menjadi istri shalihah seperti ini perlu dukungan dan perhatian dari suami juga. Di samping niat yang kuat, lingkungan yang taat, dan tentunya selalu berdoa agar tetap selalu diberikan hidayah untuk menjadi istri yang shalihah. Sebab tanpa hidayah, seseorang tidak akan istiqamah. Meskipun sudah tahu salah, karena tidak ada hidayah, tetap saja dilakukan kesalahan itu.
Tentang hidayah tidak selamanya datang karena kita berada di Makah. Bisa jadi hidayah itu didapat dari Eropa. Bertaubat dari kesalahan tidak harus menunggu sampai tua dan lemah. Memakai jibab, menutup aurat atau berhijab juga tidak harus keriput dulu kulitnya, malah selagi masih muda semakin cantik dengan hijabnya.
(Baca: Tikar Penyelamat Shalat di Puncak Tertinggi Hong Kong)
Bu Wulan contohnya–salah seorang istri ekspatriat yang sudah menetap di Hong Kong menemani suaminya yang asal Belanda. Ia mengatakan kepada saya, justeru baru memahami mengapa dalam ajaran Islam disebutkan tubuh perempuan itu semuanya aurat, ketika dirinya berada di Perancis.
"Padahal, yang saya lihat pada saat itu, perempuan yang menurut saya biasa saja, tidak ada yang istimewa. Tetapi ada satu titik yang saya lihat, menarik. Bisa jadi laki-laki yang melihatnya tergoda dengan titik tersebut," ungkap Bu Wulan.
Mulai dari situlah Bu Wulan menyadari bahwa memang pantas perempuan harus menutupi auratnya. "Akhirnya pelan-pelan saya pun mulai berhijab," kata Bu Wulan lagi.
Obrolan dengan Bu Wulan itu adalah obrolan santai sambil menunggu berbuka puasa pada tanggal 31 Mei 2018 di rumahnya, di depan Hong Kong Internasional School. Tetapi, obrolan ini seakan seperti sebuah hikmah berbuka puasa bersama. Ini bagaikan kultum yang bermakna. Ditambah lagi dengan kultum berikutnya yang disampaikan oleh Ustadz Muhaimin, Ketua Islamic Union di Hong Kong.
(Baca: Dakwah Ramadhan di Negeri Beton)
Pada kultumnya, Ustadz Muhaimin mengajak untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Tidak menunda-nundanya sampai akhirnya tidak dapat melakukan sama sekali.
Selaku tuan rumah, Bu Wulan menyediakan banyak menu makanan ala Indonesia seperti bakso, nasi uduk, empal daging, dan sambal ikan asin. Undangan berbuka puasa bersama ini dihadiri oleh teman-teman ekspatriat yang berjumlah kurang lebih 20 orang, selain kami Dai Ambassador Cordofa Hong Kong, yakni saya Khumaini, Zulfirman, dan Eva Muzlipah.
Buka bersama ini diadakan untuk menambah keakrabaan, silaturahim, dan juga mengisi kebaikan di bulan Ramadhan. Setelah berbuka dengan yang manis-manis, dilamjutkan dengan sholat maghrib berjamaah, diteruskan dengan makan-makan, kemudian diakhiri dengan sholat tarawih berjamaah.
Indahnya Ramadhan. Bulan saling berbagi kebaikan dan keberkahan. Bulan dikabulkan semua doa. Marilah berpuasa dan menjadilah istri-istri yang shalihah yang membawa nama baik keluarga. Amin.
Penulis adalah Corps Dai Ambassador Dompet Dhuafa (CORDOFA), Tim Inti Dai Internasional dan Multimedia (TIDIM) LDNU yang ditugaskan ke Hong Kong.