Internasional

NU Inggris Minta Pemerintah Indonesia Jangan Remehkan Corona

Rabu, 11 Maret 2020 | 12:00 WIB

London, NU Online
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Inggris (PCINU UK) berharap pemerintah Indonesia tidak menganggap remeh Covid-19. Sebagaimana diketahui, persebaran virus corona (Covid-19) cenderung naik dan meluas di berbagai negara. 
 
Kasus tertinggi di luar China terjadi di Italia dan Iran dengan jumlah warga yang diisolasi dan karantina mencapai jutaan warga. Pemerintah Italia mengkarantina lebih dari 16 juta warganya, sedangkan di Iran pemerintahnya telah memutus perjalanan luar negeri untuk menghindari persebaran Covid-19.  
 
Nur Hafida Hikmayani, pengurus PCI Muslimat Inggris dan pakar clinical epidemioogy, mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia harus serius menangani kasus Covid-19. Ia mengingatkan jangan meremehkan kasus ini. 
 
"Keterlambatan dalam mencegah merebaknya wabah di suatu daerah itu dampaknya sangat besar," kata doktor bidang medical informatics di University College London (UCL) itu pada Rabu (11/3).
 
Pasalnya, lanjutnya, kalau wabah sudah memasuki suatu wilayah dan menyebar, kerugiannya akan sangat berlipat ganda, baik dalam hal jumlah korban, waktu, dan kerugian lain yang terkait dalam hal ini adalah ekonomi.
 
Selain itu, Nur Hafıda juga mengatakan bahwa hal yang perlu digarisbawahi lagi adalah budaya ketimuran kita yang sering bersinggungan dengan adat pertemuan dan pengajian dalam kelompok besar, yakni bersalaman, makan bersama.
 
Hal tersebut, menurutnya, sangat berisiko dalam penyebaran wabah ini jika tidak segera diantisipasi dengan imbauan-imbauan untuk hidup sehat, menghindari kerumunan terutama apabila ada yg terindikasi dengan gejala-gejala yang ada.
 
Belajar dari Negara Lain
Sementara itu, Didiek S Wiyono, Rais Syuriah PCINU United Kingdom, mengungkapkan pentingnya pemerintah Indonesia belajar dari kasus-kasus di negara lain, semisal Italia dan Iran. 
 
"Saat ini, melihat persebaran data pasien yang terkena Covid-19, terlihat stagnan dan cenderung turun di China, negeri asal persebaran virus ini. Tapi, tren cenderung naik dan meluas di beberapa negara lain. Kasus terburuk terjadi di Italia dan Iran," ujarnya.
 
Negara-negara Eropa juga, lanjutnya, mengalami peningkatan kasus. Pemerintah Inggris sejak awal, sekitar Januari 2020 sudah menyampaikan warning kepada warganya, serta menyiapkan unit kesehatan (NHS) dan memperketat proses screening dari bandara-bandara.
 
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahaya superspreader. Menurutnya, ormas-ormas Indonesia diharapkan untuk tidak atau menunda penyelenggaraan acara dengan jumlah peserta massal.
 
Kasus terbesar di Korea Selatan, Italia, dan Malaysia, misalnya, di antaranya disebakan superspreader. Singkatnya, superspreader adalah penyebar virus dalam jumlah berlipat.
 
Dalam kasus Covid-19, banyak di antara superspreader yang tidak sadar dengan bahaya ini, dan bahkan tidak merasa sakit. Akibatnya, di Korea Selatan, Italia, dan Malaysia terjadi lonjakan kasus dari superspreader. Data kawalcovid19, jelasnya, sangat membantu menjelaskan ke publik dari sisi akurasi dan ahli.
 
"Kami berharap, ormas-ormas di Indonesia mempertimbangkan aspek maslahat dengan menunda acara-acara pentingnya. Kami juga berharap, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mempertimbangkan untuk menunda event-event besar yang dihadiri massa berjumlah besar, seiring dengan tren naiknya covid-19 dan mempertimbangkan maslahah-mudlaratnya," ungkap pakar artificial intelligence itu.
 
Pentingnya Communication Leadership
PCINU Inggris mengingatkan pemerintah Indonesia untuk berbenah, terutama dalam communication leadership di tengah krisis atau bencana.
Wakil Katib Syuriah PCINU Inggris Ruly S Santabrata menyampaikan bahwa Perdana Menteri Italia terpaksa mengambil langkah drastis dengan menutup pintu untuk masuk dan keluar (lockdown) di Lombardy dan 14 provinsi lainnya untuk menahan penyebaran virus corona yang semakin tinggi di Italia. 
 
Implikasinya lebih 10 juta orang yang dicoba ditahan pergerakannya, tak boleh ada perkumpulan massa, termasuk perayaan pernikahan, dan sebagainya. Efek domino Italia ini, menurutnya, sangat terasa di Eropa. Jumlah positif di Inggris pun melompat naik. Sebagian besar karena baru datang dari Italia atau berhubungan dengan yang baru datang dari Italia.
 
"Coba bandingkan dengan situasi di Singapura yang sudah mulai berhasil dikendalikan," ujar pakar data science itu.
 
Ia berharap Indonesia tidak sampai perlu lockdown. Terkait urusan masker dan cuci tangan saja, Indonesia belum kompak antara pemerintah, yang mengaku ahli, dan warganet. 
 
Karenanya, ia mengulang kembali bahwa penting bagi pemimpin kita untuk meningkatkan communication leadership. Sebab, hal tersebut terlihat masih belum mewujud dalam penanganan krisis ini.
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan