Pekerja Indonesia di Masjidil Haram, Mereka yang Berjuang sekaligus Beribadah
Selasa, 19 Juli 2022 | 14:00 WIB
Achmad Mukafi Niam
Penulis
Makkah, NU Online
Pagi sebelum pukul 06.00 WAS, jalanan di Makkah masih lengang, namun terminal Syib Amir yang merupakan terminal terbesar dari tiga terminal di Masjidil Haram telah ramai. Bus-bus yang mengangkut pekerja secara bergelombang menurunkan penumpangnya. Rombongan para pekerja di Masjidil Haram dengan rompi bertuliskan Binladin Group dan menggunakan topi proyek bergegas menuju ke arah Masjidil Haram.
Masjidil Haram tak pernah berhenti membangun. Crane-crane sebagai alat konstruksi tampak jelas dari kejauhan. Di beberapa bagian masjid suci ini, nampak bagian-bagian yang masih setelah jadi. Hal serupa tampak di lantai 3 Masjidil Haram, yang kini difungsikan sebagai tempat untuk thawaf dengan menggunakan skuter listrik, para pekerja sibuk melakukan berbagai aktivitas.
Perluasan Masjidil Haram merupakan bagian dari Vision 2030 dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada jamaah haji dan umrah. Pada tahun 2030 ditargetkan Masjidil Haram dapat menampung 30 juta jamaah umrah per tahun.
Terdapat banyak kebutuhan pekerja konstruksi dan pemeliharaan di Masjidil Haram. Kebanyakan dari kawasan Asia Selatan seperti Pakistan, India, dan Bangladesh. Namun terdapat beberapa orang yang berasal dari Indonesia.
Fathurrahman (35) merupakan salah satu pekerja asal Grobogan, Purwodadi Jawa Tengah. Pagi ini, ia sedang menunggu beberapa temannya di terminal ketika NU Online menemuinya. Ia sudah tiga tahun bekerja di Arab Saudi. Kesempatan kerja ini datang karena jejaring orang-orang Indonesia yang sebelumnya sudah bekerja di sini.
“Ada perwakilan perusahaan dari Arab Saudi yang datang, kemudian kita diwawancarai,” katanya.
Tak banyak gaji yang didapat di Masjidil Haram. Gaji pekerja dasar hanya 1.200-1.300 riyal (4.8 -5.2 juta rupiah) per bulan, namun ada uang tambahan yang didapat jika pekerja lembur. Sebulan bisa mencapai 2 ribu riyal atau setara 8 juta rupiah. Satu jam lembur mendapatkan uang 15 riyal (60.000) Fasilitas lain yang didapat berupa penginapan, makan, serta asuransi kesehatan. Ia dikontrak selama dua tahun oleh perusahaan.
Sama dengan pekerjaan di Indonesia, dalam satu hari mereka bekerja selama 8 jam, dimulai pukul 06.00, diselingi istirahat selama 1 jam hingga jam 15.00. “Enaknya di sini kalau bulan Ramadhan, kerjanya cuma sampai pukul 10.00 tapi sudah mendapat gaji dasar,” tuturnya.
Ditambahkannya, selama bulan Ramadhan, Syawal, Dzulqa'dah, hingga Dzulhijjah, hingga Muharram, aktivitas pekerjaan dikurangi mengingat pada bulan-bulan itu, aktivitas di Masjidil Haram sangat padat oleh jamaah. “Bukan karena tidak ada pekerjaan,” jelasnya.
Ia menyampaikan, setelah kasus jatuhnya crane di Masjidil Haram yang menewaskan 107 orang dan mencederai lebih dari 238 orang menyebabkan proses pembangunan dilakukan dengan lebih hati-hati. Setelah kasus tersebut, ia mendapat cerita terjadi pemulangan massal para pekerja dari luar negeri.
Bertahun-tahun meninggalkan keluarga yang jauh di tanah air, ada yang lain yang ditujunya selain mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yaitu keinginannya untuk dapat menunaikan ibadah haji. “Alhamdulillah, sudah haji 2 kali,” jelasnya.
Tahun ini, ia berhaji dan tahun 2019 ketika pertama kali datang ke Arab Saudi. “Kalau haji sekarang susah Mas,” imbuhnya.
Manfaat lain tentunya adalah kemampuannya berbahasa Arab. “Kalau mendengarkan orang Arab atau Mesir berbicara sudah paham, tapi kalau menjawab, masih terbata-bata,” paparnya.
Pewarta: Achmad Mukafi Niam
Editor: Aiz Luthfi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua