Oleh: H Khumaini Rosadi
Shalat Jumat berbeda dengan shalat fardlu biasa. Shalat Jumat harus dilakukan secara berjamaah. Laki-laki aqil baligh hukumnya wajib untuk shalat Jumat, berbeda dengan perempuan. Shalat Jumat merupakan kewajiban yang telah Allah sebutkan di dalam Al-Qur'an, “Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Jumu`ah: 9)
Shalat Jumat didahului dengan khutbah dua kali. Dilanjutkan shalat dua rakaat. Ketika kita ketinggalan untuk melakukan shalat Jumat satu rakaat, masih dibolehkan untuk ikut berjamaah. Tetapi jika sudah lewat rukuk pada rakaat kedua, maka sudah terlambat. Kita tergolong tidak shalat Jumat. "Orang yang meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena lalai, Allah akan menutup hatinya." (HR. Abu Daud).
Sedangkan shalat jamaah fardlu biasa, ketika kita ketinggalan dalam keadaan imam sedang duduk tahiyat akhir dan kita sempat melakukan duduk tahiyat akhir bersama Imam, maka kita sudah mendapatkan keutamaan shalat berjamaah.
Penyampaian khutbah Jumat pun tidak sembarangan, ada rukun-rukunnya yang harus dipenuhi. Pertama harus membaca hamdalah, kedua harus membaca shalawat, ketiga harus membaca wasiat, keempat harus membaca syahadat, kelima harus membaca ayat minimal satu ayat, dan keenam adalah doa untuk Muslimin dan Muslimat, Mukminin dan Mukminat agar mereka diampuni dari segala dosa-dosanya.
Mengingat besarnya hikmah shalat Jumat, Jumat 8 Juni 2018, saya bersama teman dai dari LDNU Ustadz Uzair melaksanakan shalat Jumat dengan melewati lebih dulu kurang lebih sekitar sepuluh lampu merah. Itu memerlukan ratusan langkah dan perjalanan sekitar 20 menit dari shelter menuju ke Masjid Pakistan. Masjid kecil berbelahan dengan kuburan Muslim di Macau.
Masjid Pakistan adalah satu-satunya di Macau. Untuk lingkungan Macau yang dikenal sebagai kota judi adanya masjid ini sudah terhitung beruntung. Di masjid satu-satunya ini jadi rumah ibadah Muslim di Macau. Orang-orang yang shalat di sini pun bukan orang Pakistan saja, tetapi banyak saya lihat juga orang-orang Indonesia yang bekerja di sini. Salah satunya saya bertemu dengan Pak Thamrin. Beliau adalah seorang pilot Macau Airlines yang sudah sepuluh tahun lebih tinggal di Macau.
Di masjid ini juga para BMI setiap minggunya mengadakan kegiatan Pondok Ramadhan. Di samping masjid ada lapangan yang disulap menjadi aula dengan balutan tenda atau kalau bahasa Jakartanya pelampang, berbatasan dengan laut lintasan menuju pelabuhan Macau. Masjid memang terlihat agak sedikit kumuh, seperti tidak terurus. Di atas pintu gerbang banyak lumut hijau dan di sampingnya ada rumah-rumah kosong yang sudah tidak terawat lagi. Memprihatinkan.
Tetapi inilah satu-satunya masjid yang ada di Macau. Sebagai Muslim harus saling menjaga dan berbangga dengan adanya masjid ini, meskipun kecil mungil. Kurang lebih masjid ini bisa menampung sampai 150 orang. Jika Idul Fitri, shalat Id dilakukan di lapangan masjid yang juga tidak terlalu lebar. Kendalanya apabila hujan maka shalat Idul Fitri dan khutbahnya akan dipindahkan di dalam masjid.
Tentunya shalat Idul Fitri ini tidak bisa sekali saja, karena memang terbatas tempatnya. Menurut pengalaman tahun lalu, para BMI yang shalat di masjid, karena hujan, akhirnya shalat Idul Fitri dilakukan bergantian sampai tiga gelombang. Makanya pantas imam masjid pun menanyakan, "Mana imam dari Indonesia?" Adanya imam dari Indonesia bisa untuk bergantian dengan imam rawatib yang ada di masjid ini.
Pukul 13.15 hari itu, dimulailah ceramah. Setelah pukul 13.45 maka khatib akan naik mimbar dan berkhutbah. Khutbahnya disampaikan dengan bahasa Arab, Inggris dan Urdu.
Pada hari ini khatib mengingatkan kepada para jamaah untuk taat kepada Allah dengan segala kemampuannya, terutama pada bulan Ramadan ini yaitu dengan berpuasa dan menghidupkan qiyamul lail untuk mendapatkan kemuliaannya.
Shalat di masjid satu-satunya dengan harus lebih dulu menempuh perjalanan panjang, membuat saya tersadar keimanan itu sangat penting dan harus selalu ditingkatkan. Apalagi di sepertiga akhir Ramadhan ini banyak Muslim yang percaya akan datangnya malam lailatur qadar, malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Semoga kita termasuk dari Muslim yang berkesempatan meraih malam yang mulia ini.
Corps Dai Ambassador Dompet Dhuafa (Cordofa), Tim Inti Dai Internasional dan Multimedia Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (Tidim Jatman) yang ditugaskan ke Hong Kong dan Macau.