Jakarta, NU Online
Koordinator Divisi Jaringan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Dahlan memprediksi bahwa praktik politik uang masih menjadi cara jitu para politisi untuk memperoleh kemenangan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) tahun ini.
"Ini masih akan dipakai strategi-strategi politik uang," katanya kepada NU Online usai mengisi acara Diskusi yang diselenggarakan Gusdurian Jakarta di Rumah Pergerakan Gus Dur, Jakarta Pusat, Jumat (9/2) yang bertajuk "Perempuan dan Gerakan Anti Korupsi".
Namun demikian, katanya mengingatkan, praktik politik uang adalah cara yang tidak sehat dan tidak fair dalam membangun keterpilihan.
"Soal politik uang bukan berkah dalam pemilu, tapi ini adalah kejahatan pemilu, aib dalam pemilu. Karena walau bagaimana pun, kalau itu (politik uang) terus langgeng, maka kultur politik kita gak akan berubah dan akan terus transaksional," ujarnya.
Dikatakan Dahlan, ketika transaksional membangun keterpilihan, maka calon yang terpilih juga akan melakukan praktik transaksional yang lebih besar lagi.
"Ketika kita permisif politik pun, maka itu awal mula terjadi korupsi. Berani dia (calon kepala daerah) bayar publik 50 ribu, dia akan punya mental untuk merampok uang publik lebih besar," jelasnya.
Oleh karena itu, untuk melawan praktik politik uang, keberadaan gerakan masyarakat, termasuk gerakan perempuan anti korupsi menjadi penting melalui pendidikan politik yang mencerahkan.
"Soal membangun nilai dan kesadaran kolektif maka pendidikan politik gerakan bersama penting dan harus menjadi gerakan," katanya.
Ia menilai, figur-figur kelompok yang didengar oleh publik, seperti tokoh agama menjadi strategis untuk mendidik masyarakat. Selain itu, kelompok kaum muda dan generasi millineal yang sedang mencari bentuk baru dalam perilaku politik tidak kalah strategis kehadiranya.
"Oleh karena itu penting mereka (generasi milennial) juga adalah jadi motor untuk membangun wacana baru dalam perpolitikan," pungkasnya. (Husni Sahal/Fathoni)