Nasional

Cak Nun: Jangan Langsung Gagap terhadap Perbedaan

Selasa, 27 Februari 2018 | 14:01 WIB

Cak Nun: Jangan Langsung Gagap terhadap Perbedaan

Emha Ainun Nadjib (Cak Nun).

Pati, NU Online
Budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) menngatakan, sekarang ini orang sering kali menanyakan terlebih dulu agama orang lain dan bukannya melihat apa yang telah dilakukannya.

“Seharusnya kelakuan atau akhlaknya dulu yang dilihat. Soal identitas itu nanti,” tegas Cak Nun saat mengisi Suluk Maleman, Senin (26/2) di Rumah Adab Indonesia Mulia Pati, Jawa Tengah.

Sebab itu menurutnya, banyak umat yang justru tertipu. Banyak yang menganggap orang bersorban dianggap paling Islam. Padahal di sorban diketahui tak hanya dipakai oleh Nabi Muhammad, tapi juga Abu Jahal.

“Jangan tertipu dengan lambang. Hilangkanlah istilah-istilah tapi ingatlah pada tujuannya,” imbuh pimpinan Kiai Kanjeng tersebut.

Cak Nun pun mengingatkan agar umat tidak langsung gagap terhadap perbedaan. Terutama munculnya fenomena yang sering menyebut bid’ah. Menurutnya ibadah muamalah diperbolehkan asal tidak melanggar syariat.

“Ketela itu memang bisa dimasak menjadi gethuk. Tapi juga boleh dimasak menjadi makanan lainnya,” tambahnya.

Dirinya pun turut mengungkapkan masyarakat seharusnya bangga punya wayang. Lantaran dari kesenian itu bisa diracik untuk memberikan pemahaman dan pembelajaran tentang kehidupan.

“Dalam menyampaikan sesuatu kita diharuskan dengan bijaksana. Harus diracik dan diramu yang mengenakkan orang lain rela mendengarkan ajarannya. Padahal dari wayang banyak pembelajaran yang bisa kita ambil,”imbuhnya.

Seperti dicontohkannya, dalam wayang ada cerita tentang kakak beradik Sumantri dan Sukrasana. Sumantri sang kesatria gagah ingin mendapatkan jabatan sebagai patih. Dia rela menghalalkan apa saja demi mendapatkan keinginannya. Termasuk memanfaatkan adiknya.

Sedangkan Sukrasana meski berwajah raksasa dengan iklashnya membantu kakaknya. Ironisnya saat sudah tercapai Sumantri malah tega membunuhnya.

“Ini juga menjadi gambaran sekarang ini. Para pejabat dengan berjanji manis menghalalkan apa saja untuk mendapatkan jabatan. Tapi saat jadi rakyatnya dilupakan seperti nasib Sukrasana,” ujarnya.

Karena itu, Cak Nun turut mengajak agar masyarakat dapat lebih mencermati apa yang terjadi saat ini. Tidak mudah tertipu apalagi menjual harkat martabat demi kepentingan sesaat. 

“Dalam keyakinan masyarakat Jawa ada unen-unen. Luwih apik mati kaliren daripada mangan barang colongan (lebih baik mati kekurangan daripada makan barang curian). Jangan pernah bermimpi membangun bangsa jika masih bermental Sumantri,” tegasnya.

Meski melihat fakta kebobrokan sedang melanda Indonesia di segenap lini dan level, Cak Nun percaya bahwa bersama kebrobrokan tersebut, generasi baru yang sehat juga sedang dilahirkan. 

Menurut Cak Nun, dia telah melihat kelahiran tersebut dimana-mana, di setiap tempat yang dia kunjungi di seluruh pelosok Indonesia.

Selain kedatangan Cak Nun, Suluk Maleman juga bertambah ramai dengan pagelaran Wayang berjudul Duryudana Gugur oleh dalang Ki Sigid Ariyanto. (Red: Fathoni)